Blitar (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melibatkan bidan untuk ikut serta menekan angka stunting yang diharapkan pada akhir 2024 bisa menjadi 14 persen.
Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo mengatakan, angka stunting di Indonesia pada 2021 mencapai 24,8 persen. Jumlah itu mengalami penurunan pada 2022 mencapai 21,6 persen.
"Kami bersyukur angka stunting sekarang ini sudah 21,6 persen. Jadi, tahun terakhir turun 2,8 persen dari 24,8 persen menjadi 21,6 persen. Ini berharap akhir tahun ini (2023) turun 3 persen lebih, harapannya akhir tahun ini 18 persen atau kurang, sehingga kalau turun 3 persen terus akhir 2024 menjadi 14 persen," katanya di Blitar, Selasa.
Hasto yang hadir dalam program edukasi bidan dan intervensi stunting kerjasama antara BKKBN dan Dexa Medica di Kabupaten Blitar tersebut mengatakan, banyak faktor yang mempengaruhi anak menjadi stunting, antara lain sub optimal helth, yakni anak sering sakit-sakitan seperti demam, TBC.
Kemudian optimal nutrisonal, yakni anak tidak disusui dengan alasan sibuk maupun tidak keluar air susu ibu. Dari evaluasi yang dilakukan, rata-rata 65 persen ASI ibu tidak keluar.
Sedangkan yang ketiga adalah sub optimal parenting, yakni pola asuh. Banyak anak yang kemudian dititipkan sehingga bisa berdampak pada stunting anak.
Ia mengatakan untuk mengatasi stunting harus dilakukan penanganan dan pencegahan salah satunya dengan keterlibatan bidan. Mereka diharapkan ikut serta memberikan edukasi terkait dengan pentingnya tumbuh kembang anak.
Dirinya mencontohkan, jika bidan mendapati bayi yang lahir kurang dari 48 centimeter, harus mendapatkan perhatian. Sesuai dengan panjang bayi baru lahir idealnya adalah 49-50 centimeter, sehingga rawan stunting.
"Menangani saja tidak cukup, sehingga harus dicegah. Berisiko stunting bayi lahir panjang badan kurang dari 48 centimeter. Saat lahir harus didampingi, ASI eksklusif juga, makanan pendamping ASI harus cukup," kata dia.
Ia pun menekankan agar ibu hamil tidak anemia saat hamil. Hal itu sebagai upaya mencegah stunting pada anak.
"Yang mau menikah, lingkar lengan jangan kurus-kurus. Jangan slim-slim, karena bisa stunting anakya. Jadi, selain mencegah juga mengatasi plus edukasi," kata dia.
Selain itu, pada visi Indonesia 2045 adalah menciptakan generasi emas sehingga SDM unggul dan Indonesia maju.
Sesuai dengan target SDGs 2030, yang merupakan pokok acuan penting guna mencapai Indonesia Emas 2045 yakni menghilangkan kelaparan dan menurunkan risiko kekurangan gizi, kemudian mengurangi rasio angka kematian ibu, menurunkan angka kematian neonatal dan akses kesehatan reproduksi yang universal.
Hasto menambahkan masih ada sejumlah daerah yang temuan stunting masih cukup tinggi di antaranya Sulawesi, NTT, NTB, hingga Aceh. Untuk Kabupaten Blitar, temuan stunting termasuk rendah yakni 14,3 persen.
Sementara itu, Bupati Blitar Rini Syarifah mengaku pihaknya menyadari perlu perencanaan keluarga untuk membangun keluarga lebih baik.
Presiden menegaskan sesuai dengan visi bahwa 2045 menjadi generasi emas. Untuk mencapai visi tersebut disiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul yang bisa meneruskan perjuangan para pahlawan.
"Apa jadinya jika anak-anak stuting, banyak yang kurang gizi. Untuk itu, sama-sama kolaborasi, forkopimda juga ikut," katanya.
Pemkab Blitar juga kerja sama dengan USAID untuk mencegah pernikahan dini. Hal itu sebagai bentuk pencegahan stunting di kabupaten ini.
"Dengan kolaborasi semua, pernikahan dini bisa dicegah dan diturunkan. Tadi disampaikan satgas stunting, itu penting," kata dia.
Acara tersebut diikuti para bidan dari sejumlah daerah seperti Kota dan Kabupaten Blitar, Kota Batu dan sejumlah daerah lainnya.