Surabaya (ANTARA) - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golkar Kota Surabaya meminta politik "melodramatik" disudahi menjelang pelaksanaan Pilpres 2024 karena tidak mencerahkan rakyat Indonesia.
"Pemilu hanyalah sarana estafet kepemimpinan nasional, tapi tujuan Nasional tetap tidak akan berubah. Mari sambut pemilu dengan riang gembira, siapapun yang terpilih adalah anak bangsa terbaik dari yang baik," kata Ketua DPD Golkar Surabaya Arif Fathoni di Surabaya, Kamis.
Menurutnya, ada yang menarik dalam sepekan terakhir pasca-Partai Golkar dan PAN membangun kerja sama politik dengan Partai Gerindra dan PKB mendukung Prabowo Subianto sebagai bakal Calon Presiden (Capres) RI tahun 2024.
Seketika, kata dia, narasi dibangun seolah olah kerja sama partai politik ini ditujukan untuk mengkeroyok salah satu bakal calon capres.
"Upaya-upaya cipta kondisi tersebut sah-sah saja di era demokrasi terbuka seperti saat ini, namun sudah tidak relevan," ujar Toni panggilan akrabnya.
Toni mengatakan, presidensial threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang telah disepakati oleh seluruh partai politik pemilik kursi di Senayan yang tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu merupakan konsensus bersama, bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden harus diusung oleh gabungan partai politik sekurang-kurangnya 20 persen suara nasional.
"Untuk itu, diperlukan kerangka kerja sama koalisi antarpartai. Bahwa kemudian ada satu partai yang bisa mengusung sendiri alias memiliki golden ticket itu hak yang didapat atas hasil pemilu sebelumnya, hak yang diperoleh berkat perjuangan dan kerja keras," ujar anggota DPRD Surabaya itu.
Jadi, lanjut dia, kerangka kerja sama gabungan partai politik pengusung Prabowo Subianto adalah kerja sama politik untuk memenangkan hati rakyat Indonesia agar capres dan cawapres yang diusung bisa menjadi Presiden dan Wakil Presiden ke-8 Republik Indonesia.
Untuk itu, Toni berharap hal itu jangan dipakai sebagai sarana untuk membangkitkan nostalgia masa lalu seolah menjadi calon yang dizalimi.
"Politik melodramatik seperti itu sudah tidak relevan di era demokrasi serba digital seperti saat ini," tuturnya.
Menurutnya, rakyat semakin cerdas dengan akses informasi tiada batas sehingga kalau masih pakai cara-cara lama untuk mendapatkan empati publik dengan metode playing victim itu sudah ketinggalan jaman dan tidak adaptif dengan pergerakan zaman.
"Bukankah ada pepatah kuno tiada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Jadi, marilah sambut demokrasi kasih sayang ini dengan adu rekam jejak pengabdian bangsa dan Negara, sehingga bisa menyongsong Indonesia emas tahun 2045 dengan penuh kepercayaan diri," katanya.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Golkar Surabaya: Sudahi politik "melodramatik" menjelang Pilpres 2024
Kamis, 17 Agustus 2023 15:14 WIB
siapapun yang terpilih adalah anak bangsa terbaik dari yang baik