50 Batik Khas Jatim Dipamerkan di Surabaya
Rabu, 14 September 2011 19:08 WIB
Surabaya - Sebanyak 50 batik khas berbagai daerah di Jawa Timur yang berusia 30-80 tahun dipamerkan di Galeri Seni "House of Sampoerna" (HoS) Surabaya pada 16 September hingga 9 Oktober mendatang.
"Pameran menyambut Hari Batik pada 2 Oktober itu kami bagi dalam tiga tema yakni gringsing, pernikahan, dan kontekstual kedaerahan," kata Ketua KIBAS (Komunitas Batik Jatim di Surabaya) Lintu Tulistyantoro di Surabaya, Rabu.
Didampingi Manajer Museum HoS Surabaya Rani Anggraini dan penemu canting bambu elektrik Prima, ia menjelaskan tema gringsing berasal dari kata "gering" (Bahasa Jawa) yang berarti kurus.
"Harapannya, pemakai batik gringsing tidak akan gering lagi atau dalam istilah Jawa disebut sedulur papat lima panjer (empat arah dengan lima sebagai pusat). Simbolnya lingkaran atau bulatan dengan titik di tengahnya," katanya.
Menurut dia, batik gringsing memiliki filosofi yakni keseimbangan. "Kalau pria bertemu wanita, kalau negatif bertemu positif, maka akan terjadi keseimbangan. Keseimbangan itu kemakmuran, kesuburan," katanya.
Untuk tema pernikahan, katanya, mulai dari batik untuk lamaran hingga pasca-pernikahan. "Antara lain batik mahkota dari Sidoarjo yang menandai bahwa pemakainya yang mau menikah merupakan orang yang terpandang," katanya.
Di Madura, batik pernikahan itu lebih beragam lagi filosofinya, seperti per-keper yang bergambar jagad dan sepasang kupu-kupu melambangkan pemakainya siap menjadi sepasang sejoli yang siap sehidup-semati.
"Ada juga batik sabet rante yang bergambar tomat kecil yang melingkar di leher (kalung) melambangkan pemakainya siap atau setuju dinikahi, sedangkan batik semen yang bergambar meru, lar (sayap), gunung, awan, dan api melambangkan pemakainya siap menjaga harmonisasi," katanya.
Di Sidoarjo, batik pernikahan yang ada dikenal dengan pring sedayu yang bergambar bambu dan burung melambangkan pemakainya siap bertahan dalam suka dan duka atau siap hidup di atas (kaya) dan di bawah (miskin).
"Untuk tema kontekstual kedaerahan ada batik rawan dari Tulungagung dan Sidoarjo yang melambangkan batik dari daerah rawa atau Tulungagung dan Sidoarjo di masa lalu merupakan daerah rawa," katanya.
Ada pula batik ombak dari Tulungagung, Bangkalan, dan Pamekasan yang melambangkan batik dari daerah pesisir, lalu ada batik jung-derajat dari Madura untuk bangsawan, atau batik setorjon dari Sidoarjo yang merupakan pengaruh Madura.
Sementara itu, Manajer Museum HoS Surabaya Rani Anggraini mengatakan pihaknya berkomitmen untuk memamerkan kain-kain tradisional sejak tahun 2008, bahkan batik sudah dua kali dipamerkan untuk dikenalkan kepada masyarakat.
"Tahun lalu, kami memamerkan batik kuno yang berusia ratusan tahun, tapi tahun ini dipamerkan batik khas Jatim untuk menunjukkan bahwa di tiap daerah di Jatim juga memiliki batik khas. Bukan hanya batik Pekalongan, Solo, atau Yogyakarta seperti yang dikenal selama ini," katanya.
Ia menambahkan pameran akan dimeriahkan dengan diskusi bertajuk "Batik Jawa Timur Berfilosofi" di HoS pada 1 Oktober atau sehari menjelang Hari Batik, serta workshop membatik dengan canting bambu elektrik pada 8 Oktober.