Surabaya (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya menyatakan mulai Januari hingga Februari 2023 ini belum ada penemuan maupun pelaporan kasus baru kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada anak di ibu Kota Provinsi Jawa Timur itu.
Kepala Dinkes Surabaya Nanik Sukristina di Surabaya, Kamis, mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, kasus HIV pada anak yang ditemukan dan tercatat sampai dengan tahun 2022 ada 136 orang, terdiri dari warga ber-KTP Surabaya 55 kasus, dan KTP luar kota itu sebanyak 81 kasus. Rentang usia anak yang terkena HIV ini sekitar 1-14 tahun.
"Tapi mulai awal tahun hingga Februari, di sini belum ada penemuan dan pelaporan kasus baru HIV pada anak," kata dia.
Menurut dia, pihaknya terus berupaya mencegah penularan dan menekan angka kasus HIV di Kota Surabaya, baik HIV yang dialami oleh orang dewasa maupun anak-anak. Bahkan, Dinkes juga sudah melakukan berbagai upaya promotif preventif untuk menekan kasus HIV tersebut.
Nanik menjelaskan, HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV ditularkan melalui perilaku berganti-ganti pasangan seksual dan berganti penggunaan jarum suntik yang tidak steril saat memakai narkoba suntik.
"Virus HIV ini tidak hanya menyerang orang dewasa, pada anak-anak juga telah ditemukan kasus HIV. Penularan virus HIV yang terjadi pada anak dikarenakan transmisi vertikal yaitu penularan melalui ibunya yang telah terinfeksi virus HIV. Penularan bisa terjadi selama kehamilan, saat persalinan dan ketika menyusui," kata Nanik.
Indikasi terjadinya risiko penularan HIV pada anak, kata dia, disebabkan oleh kurangnya kepatuhan minum obat ARV bagi ibu yang telah terinfeksi HIV, dan tidak adanya dukungan dari pasangan atau keluarga.
Oleh karena itu, Dinkes Surabaya telah melakukan upaya penanganan terhadap anak-anak yang telah terinfeksi HIV itu, di antaranya melakukan pemberian pengobatan ARV Gratis, pemeriksaan Early Infant Diagnose bagi bayi usia minimal 6 minggu.
Selain itu, lanjut dia, melakukan pendampingan, konseling dan kunjungan rumah (homecare) untuk memperkuat kondisi psikologis pasien, dan pemberian dukungan PMT Susu untuk mempertahankan kondisi kesehatan dan meningkatkan imunitas.
Dinkes juga melakukan penanganan permasalahan kependudukan seperti kebutuhan akta dan kartu keluarga, penguatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang melibatkan ibu hamil HIV dan anak-anak dengan HIV, dan penguatan konseling oleh dokter atau psikolog di layanan HIV baik bagi pasien, pasangan pasien dan/atau keluarganya.
Adapun upaya penanganan bagi anak yang telah terinfeksi HIV, Nanik mengatakan, pihaknya melakukan upaya pencegahan promotif preventif, di antaranya pemberian edukasi tentang pencegahan HIV pada kelas Ibu Hamil, pemberian edukasi tentang pencegahan HIV pada remaja (siswa SMP dan SMA), pemberian edukasi tentang pencegahan HIV pada calon pengantin, dan memperluas akses testing HIV pada seluruh puskesmas dan rumah sakit.
Bahkan, kata dia, Dinkes juga memperluas akses pengobatan HIV pada puskesmas dan rumah sakit, penguatan dan pembekalan terhadap kader tentang Pencegahan HIV, melakukan imbauan bagi seluruh orang tua agar terhindar dari virus HIV dengan cara melakukan hubungan seksual yang sehat dan aman.
Selain itu, menghindari penggunaan jarum suntik bersama, menghindari penggunaan obat-obatan terlarang, dan meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi Obat ARV seumur hidup bagi yang telah terinfeksi HIV melalui pendampingan intensif oleh Manajer Kasus (Kader Pendamping).
"Dinkes juga terus melakukan skrining HIV secara rutin setiap 3 bulan sekali apabila berperilaku berisiko menularkan virus HIV. Kami juga meminta ada keterbukaan terhadap pasangan terkait status HIV-nya, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan untuk menurunkan risiko penularan baru," tuturnya.