Jember (ANTARA) - Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 yang dirilis Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa Kabupaten Jember menempati urutan pertama di Jawa Timur dalam prevalensi balita stunting, yakni mencapai 34,9 persen atau sekitar 35.000 balita.
Melihat data tersebut, pemerintah Kabupaten Jember kini bekerja ekstra dan membuat program sinkronisasi baik antar-OPD maupun antarjenjang pemerintahan. Sebab, data SSGI itu berbeda dengan pendataan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember yang menyebutkan jumlah balita stunting pada tahun 2022 sebesar 7,37 persen.
Pihak Dinas Kesehatan mencatat ada 2.991 balita yang sangat pendek dan 9.763 balita yang pendek badannya, sehingga totalnya 12.754 balita stunting. Jumlah tersebut jika dipersentase sebesar 7,37 persen dari populasi balita di Jember sebanyak 173.043 balita.
Perbedaan data itu akan dievaluasi oleh Dinas Kesehatan Jember. Petugas secara masif terus melakukan perbaruan data tumbuh kembang anak di setiap posyandu.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Jember, Koeshar Yudyarto, mengatakan data stunting yang dilakukannya berdasarkan hasil penimbangan balita oleh kader posyandu setiap bulan. Oleh karena itu, jika ada perbedaan data antara Dinkes dan Kemenkes akan menjadi bahan introspeksi penimbangan di posyandu Jember.
Data yang dilakukan Dinkes melalui elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM), jadi bisa menggambarkan data setiap desa, bahkan setiap posyandu menurut nama dan alamat (by name by address). Sedangkan SSGI, survei yang sasarannya diambil secara rundown sampling. Jadi digunakan untuk menggambarkan data kabupaten, tidak bisa menjadi data desa atau posyandu.
Saat ini masih digunakan data SSGI, karena tidak semua kabupaten/kota bisa mengunggah minimal 80 persen balitanya. Tapi, Kabupaten Jember mulai tahun 2019 sampai dengan 2021 telah mengunggah data balita lebih dari 80 persen.
Setelah mengetahui angka stunting Jember menduduki peringkat pertama se-Jatim, Koeshar mengatakan pihaknya bersama seluruh jajarannya melakukan evaluasi besar-besaran.
Menurutnya perbedaan data itu tidak perlu diperdebatkan, tetapi menjadi koreksi Pemkab Jember karena kemungkinan ada data balita yang belum terlayani posyandu tetapi masuk menjadi sasaran survei. Masyarakat tetap waspada dan selalu berupaya untuk menurunkan angka stunting di Kabupaten Jember.
Dari hasil penimbangan balita pada bulan Februari 2022, puskesmas dengan prevalensi stunting diatas 10 persen sebanyak 11 puskesmas yakni Puskesmas Curahnongko (14,47 persen), Puskesmas Silo II (16,7 persen), Puskesmas Rambipuji (15,41 persen), Puskesmas Umbulsari (11,86 persen).
Kemudian, Puskesmas Tanggul (13,40 persen), Puskesmas Arjasa (10,61 persen), Puskesmas Ledokombo (12,23 persen), Puskesmas Sumberjambe (19,98 persen), Puskesmas Sukowono (16,17 persen), Puskesmas Jelbuk (17,55 persen), dan Puskesmas Kaliwates (13,01 persen).
Penimbangan balita kembali dilakukan pada Februari 2023 dengan seksama, teliti dan masif yang melibatkan banyak pihak, sehingga diharapkan diperoleh data yang valid dan akurat, terutama terkait kasus stunting.
Tidak hanya itu, calon pengantin pun juga menjadi sasaran program pencegahan stunting. Sejak menjadi pengantin dan hamil, akan menjadi pantauan dari petugas agar anak yang dilahirkan kelak tidak menjadi stunting.
Dukungan untuk menekan kasus stunting juga datang dari Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, yang menetapkan Kabupaten Jember sebagai pusat gerakan penurunan stunting.
Upaya Pemkab Jember dalam menurunkan stunting dinilai luar biasa. Indikatornya, pemkab setempat mempunyai 2.500 orang kader dan anggota Tim Percepatan Penurunan Stunting yang siap sedia berjibaku untuk mencegah serta menurunkan angka stunting, angka kematian ibu dan angka kematian bayi (AKI-AKB).
Kabupaten Jember menjadi pusat pelatihan penurunan stunting bagi seluruh fasilitator tim pendamping keluarga dari berbagai daerah di Jawa Timur demi menyukseskan instruksi Presiden untuk menurunkan angka stunting, AKI-AKB, serta kemiskinan ekstrem.
Tidak hanya itu, Bupati Jember, Hendy Siswanto, juga ditunjuk sebagai bapak asuh anak stunting. Dengan demikian, sebagai bapak asuh dapat mengemban amanah dengan baik untuk mengurangi jumlah balita yang stunting di kabupaten setempat.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan pada anak. Penyebab utama dari stunting adalah kurangnya asupan nutrisi selama masa pertumbuhan. Masih banyak yang tidak menyadari bahwa tinggi pendeknya anak bisa menjadi tanda adanya masalah gizi kronis.
Satgas dan Inovasi
Bupati Jember, Hendy Siswanto, serius dalam menangani kasus stunting di daerahnya. Buktinya, dengan gerakan yang dilakukan melalui Satgas Satgas Penurunan Stunting, Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI-AKB) dan kemiskinan ekstrem (Satgas J-Penting Aksi).
"Satgas tersebut terdiri dari 40 personel yang melibatkan 16 organisasi perangkat daerah (OPD), sehingga diharapkan terjalin sinergi dan kolaborasi yang maksimal dalam menangani kasus stunting di Jember," kata Hendy.
Tugas pertama Satgas J-Penting Aksi ini menyukseskan kegiatan Bulan Timbang dan Pemberian Vitamin A kepada balita yang ditargetkan rampung pada akhir Februari 2023.
Dari program itu diharapkan akan menghasilkan data terbaru yang ditindaklanjuti dengan perumusan kebijakan untuk langkah selanjutnya dalam rangka pencegahan stunting, AKI-AKB serta kemiskinan ekstrem.
Penanganan dan pencegahan stunting harus melibatkan banyak sektor dan tidak bisa ditangani oleh pemerintah daerah saja. Pihak perbankan, swasta, perguruan tinggi, NGO, dan masyarakat juga harus berkolaborasi untuk ikut andil dalam penanganan tersebut.
Perangkat desa sebagai unsur pemerintah di tingkat paling bawah sangat berperan penting dalam penanganan AKI-AKB dan stunting, termasuk mencegah terjadinya pernikahan di bawah umur.
Selain itu, Pemkab Jember juga meluncurkan inovasi "Gemar Jelita" yakni Gerakan Masyarakat Jember Peduli Kesehatan Ibu Hamil dan Balita yang mengajak masyarakat untuk ikut peduli terhadap ibu hamil dan balita di sekitarnya yang berisiko stunting.
Pemkab Jember tidak sendiri dalam berjibaku menangani stunting, namun lembaga swadaya masyarakat seperti Yayasan Penguatan Partisipasi dan Kemitraan Indonesia (Yappika) dan Yayasan Prakarsa Swadaya Masyarakat (YPSM) juga turut serta berkomitmen menurunkan stunting di Jember.
Bahkan, kedua NGO tersebut bersinergi dan berkolaborasi dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Pemkab Jember untuk melakukan gerakan bersama menurunkan kasus stunting, AKI dan AKB dengan berbagai program.
Sejumlah perguruan tinggi di Jember juga tidak tinggal diam dengan persoalan stunting, seperti yang dilakukan Universitas Jember yang menerjunkan mahasiswanya melalui program kuliah kerja nyata (KKN) di desa-desa membuat program mengatasi kasus stunting.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia dan kemampuan daya saing bangsa Indonesia. Oleh karena itu, perlu sinergi dan kolaborasi berbagai pihak untuk menangani dan mencegah terjadinya kasus stunting demi masa depan bangsa Indonesia yang gemilang.
Kolaborasi dan sinergi turunkan angka stunting di Jember
Oleh Zumrotun Solichah Minggu, 19 Februari 2023 18:17 WIB