Bojonegoro - Gas sumur minyak tua peninggalan Belanda di Desa Hargomulyo, Kecamatan Kedewan, Bojonegoro, Jawa Timur, yang dimanfaatkan untuk keperluan memasak, juga untuk bahan bakar proses penyulingan minyak tradisional, tidak pernah menimbulkan masalah. "Selama 10 tahun lebih, saya memanfaatkan gas sumur minyak di belakang rumah saya ini, sama sekali tidak pernah menimbulkan masalah, apalagi meledak," kata seorang penjual warung makanan di lapangan sumur minyak tua di Desa Hargomulyo, Kecamatan Kedewan, Ny. Kadir (49), Selasa. Ia menjelaskan, masih di lapangan minyak di desa setempat, warga lainnya yang memanfaatkan gas sumur minyak tua yaitu Bowo dan Mulas, keduanya juga penjual makanan. Tiga warung makanan tersebut, selama ini yang melayani para pekerja di penambangan minyak tradisional dalam satu kawasan di Desa Hargomulyo, juga Wonocolo, di Kecamatan Kedewan. Menurut dia, dalam memanfaatkan gas untuk memasak, cukup memanfaatkan pipa plastik yang dihubungkan dengan sumur minyak tua di belakang rumahnya yang jaraknya hanya sekitar 50 meter. Selanjutnya pipa plastik yang sudah berada di dapur rumahnya tersebut, diberi tambahan pipa besi yang ditengahnya diberi kran untuk menutup dan membuka gas. Untuk memunculkan nyala api, kran dibuka dan ujung pipa besi dinyalakan dengan korek api, selanjutnya gas yang sudah menyala tersebut dimasukkan ke dapur. Ny. Kadir mengaku, dengan memanfaatkan gas sumur minyak tua tersebut, bisa menghemat biaya pembelian elpiji dalam memasak sehari-hari. "Dalam sebulan saya bisa menghemat Rp50 ribu lebih untuk memasak makanan," katanya menjelaskan. Berdasarkan pengalaman, lanjutnya, setelah gas dimanfaatkan sebulan, nyala apinya cenderung mengecil. Mengecilnya nyala api gas, karena sumur minyak tua tersebut sudah dipenuhi minyak mentah. "Biasanya terus minyaknya diambil, bisa diperoleh sekitar lima drum dan gas dapur saya membesar lagi," jelasnya. Sementara itu, seorang warga Desa Hargomulyo, Kecamatan Kedewan, Joni Marsudi (55) menambahkan, pemanfaatan gas sumur minyak tua di wilayah setempat, juga untuk bahan bakar proses penyulingan minyak mentah. Semula para penambang memanfaatkan kayu jati rencek sebagai bahan bakar, dengan mencari di kawasan hutan jati yang masuk Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Parengan, Tuban. Namun, karena stok kayu jati rencek di kawasan hutan setempat mulai menyusut, para penambang berusaha memanfaatkan gas untuk proses penyulingan, selain juga memanfaatkan bahan bakar arang. "Kebutuhan bahan bakar proses penyulingan cukup banyak, sebab lama proses penyulingan minyak mentah rata-rata tiga jam harus dibakar terus menerus," katanya. Berdasarkan data, di lapangan sumur minyak tua di Desa Wonocolo, Hargomulyo dan Beji, Kecamatan Kedewan, tercatat 224 buah sumur minyak tua. Di antaranya 85 buah sumur minyak yang berproduksi, dengan produksi berkisar empat drum hingga 20 drum minyak mentah setiap sumur per harinya.
Gas Sumur Minyak Tua Bojonegoro Dimanfaatkan Memasak
Selasa, 12 Juli 2011 21:16 WIB