Perajin Batu Bata Bojonegoro Manfaatkan Kayu
Kamis, 7 Juli 2011 14:26 WIB
Bojonegoro - Seratusan perajin batu bata di Bojonegoro, Jawa Timur (Jatim) dalam sebulan terakhir mulai memanfaatkan kayu jati, sebagai bahan bakar batu bata, akibat kesulitan mendapatkan bahan bakar sekam.
Ketua Koperasi Batu Bata Merah Bojonegoro, Agus Budiono, Kamis mengatakan, kesulitan yang dialami para perajin batu bata di Desa Ledokkulon dan Ledokwetan, Kecamatan Kota, karena sekam produksi di wilayah setempat, dikirim ke Tuban. Dalam mendapatkan sekam, para perajin harus berebut dengan seorang pembeli besar yang ikut melakukan pembelian sekam untuk dijual kembali ke pabrik Semen di Tuban.
Itupun, lanjutnya, harga sekam terus merangkak naik yang biasanya satu colt tepak Rp175 ribu, sejak sebulan lalu naik menjadi Rp300 ribu per colt tepak. Padahal, sekam dibutuhkan para perajin tidak hanya untuk bahan bakar, namun juga untuk bahan campuran batu bata.
Menurut dia, pembeli sekam yang mengirim sekam ke Tuban untuk campuran batu bara tersebut, melakukan pembelian sekam, tidak hanya di Bojonegoro, juga sekam produksi Lamongan dan Blora, Jateng.
"Perajin sulit bisa mendapatkan sekam dari luar Bojonegoro, karena kondisinya sama," ujarnya.
Sementara itu, jelasnya, harga bahan bakar kayu jati mencapai Rp600 ribu per truk, tergolong tinggi. Ia mengambarkan, untuk membakar 20.000 batu bata, dibutuhkan tiga truk bahan bakar kayu jati seharga Rp1,8 juta.
Bahkan, dengan bahan bakar sekam, jauh lebih tinggi, dengan perhitungan proses pembakaran 20.000 buah batu bata, dibutuhkan sekam 12 colt seharga Rp3,6 juta. "Untuk menghemat biaya produksi, akhirnya sebagian besar perajin di wilayah kami beralih memanfaatkan bahan bakar kayu jati untuk membakar batu bata," katanya mengungapkan.
Ia menjelaskan, akibat naiknya harga sekam, juga tingginya harga kayu jati tersebut, mengakibatkan biaya produksi dalam pembuatan batu bata meningkat yang mengakibatkan keuntungan yang diperoleh peraji menurun.
Alasannya, lanjutnya, pada musim kemarau tahun ini, harga batu bata merah di dua desa penghasil batu bata di tepian Bengawan Solo itu, Rp450 ribu per seribu, belum termasuk ongkos kirim.
"Harga ini mahal, seharusnya dalam musim kemarau harga batu bata, seperti tahun lalu Rp400 ribu per seribunya," katanya mengambarkan.
Budi mengharapkan, pemkab bisa mencarikan solusi untuk kebutuhan bahan bakar perajin batu bata dengan memanfaatkan bahan bakar batu bara."Itu membutuhkan contoh, sebab secara teknis para perajin belum terbiasa," katanya menambahkan. ***5***