Surabaya (ANTARA) - Direktur Informasi dan Komunikasi Politik Hukum dan Keamanan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Bambang Gunawan memaparkan pentingnya pemerintah melakukan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kepada mahasiswa.
Bambang Gunawan dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Kamis, mengatakan, sebagai negara hukum yang berlandaskan Pancasila, diperlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, dan komprehensif, serta dinamis dalam pembangunan hukum yaitu revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Upaya pemerintah merevisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda perlu segera dilakukan, sehingga sesuai dengan dinamika masyarakat," kata dia.
Menurut dia, Kementerian Kominfo sebelumnya telah menyelenggarakan Kick Off Dialog Publik RKUHP yang bekerja sama dengan Kemenkop Polhukam dan Kemenkumham, sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas terkait RKUHP.
Dialog Publik tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat serta membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan terhadap draf RUU KUHP.
"Selain itu, beberapa kementerian dan lembaga bersama-sama melaksanakan sosialisasi dalam bentuk dialog publik di 11 kota di Indonesia untuk menyebarkan draf RUU KUHP serta menghimpun masukan dari seluruh elemen masyarakat," ujar dia.
Dia menjelaskan, sosialisasi akan kembali dilanjutkan untuk menyampaikan narasi-narasi terkait RUU KUHP, yang mudah dicerna oleh masyarakat.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda, menjelaskan, penyusunan RUU KUHP telah melewati perjalanan yang panjang. Satu tahun terakhir ini, kata dia, RUU KUHP menjadi salah satu prioritas legislasi yang dapat disahkan di tahun 2022.
"Alasan diperlukannya KUHP baru bahwasannya kalau bangsa sudah merdeka, maka secara politis dia juga harus merdeka dalam berhukum," ujarnya.
Menurut Gede, Indonesia sebagai bangsa yang telah merdeka juga perlu produk hukum yang lahir dari rahim bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu mendukung produk hukum ini sebagai bentuk kedaulatan bangsa yang telah merdeka.
Gede menjelaskan, pada 2019 perancangan RUU KUHP sempat tertunda karena adanya pandangan publik terkait pro dan kontra mengenai RUU tersebut.
Namun hal inilah yang menjadi titik krusial untuk bisa mempertemukan dan mengharmonisasikan pandangan yang berbeda, lalu diterjemahkan menjadi satu norma yang dipilih dan digunakan dalam RUU KUHP.
"Dari pandangan terkait pro dan kontra tersebut, maka diambil titik tengahnya sebagai cara untuk memberikan ruang kepada pro dan kontra sehingga bisa mengatur norma yang dimaksud oleh masyarakat,” kata dia.
Selain itu, Gede menjelaskan bahwa RUU KUHP merupakan simbol peradaban suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat serta menjunjung tinggi prinsip nasionalisme serta mengapresiasi partisipasi masyarakat.
Diharapkan walaupun adanya perdebatan atas satu atau dua pasal yang telah disusun, tidak menghentikan seluruh pasal RUU KUHP hasil karya anak bangsa Indonesia.
Akademisi Fakultas Hukum, Universitas Trisakti dan Juru Bicara RKUHP, Albert Aries, menjelaskan pasca dialog publik yang telah dilakukan di 11 kota oleh tim sosialisasi RKUHP telah diadopsi 69 masukan dari masyarakat dan empat proofreaders terhadap batang tubuh dan penjelasan.
Hal ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Jokowi terkait adanya partisipasi yang bermakna dari penyusunan dan perumusan RKUHP.
"Pada draf 9 November lalu, ada 6 pasal yang sudah ditarik dari RKUHP yang menjadi bukti bahwa tim perumus RKUHP mendengarkan aspirasi dari masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, Aries mengungkapkan bahwa menyusun KUHP di negeri yang multietnis, multikultural, dan multireligi tidaklah mudah. Karena sebagai negeri yang beragam, Indonesia memiliki budaya yang kaya sehingga setiap daerah memiliki karakter yang khusus terkait hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Sementara itu, Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Yovita Arie Mangesti, mengungkapkan bahwa dalam perjalanan menyusun produk undang-undang buatan Indonesia perlu diapresiasi sebagai upaya terobosan baru oleh pemangku kebijakan negeri.
Yovita menjelaskan, bahwa draf RUU KUHP terus mengalami berbagai perubahan, hal ini perlu dipandang sebagai bentuk adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Sehingga draf yang dihasilkan pada 9 November lalu bisa menjadi draf final RUU KUHP untuk segera disahkan.
Menurutnya, keunggulannya RUU KUHP terdapat 18 keunggulan yang dalam penyusunan diawali dengan asas keseimbangan yang dibangun dari ide untuk mengakomodir kepentingan yang ada di masyarakat.
"Harapannya juga bahwa RUU KUHP ini dapat menjadi suatu hukum yang humanis," ujarnya. (*)