Jakarta (ANTARA) - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyatakan bahwa sebanyak 4,5 juta pekerja migran Indonesia (PMI) tidak terdaftar dalam sistem yang dikelola pemerintah karena adanya pemalsuan dokumen dan sindikat yang tidak bertanggungjawab.
“Itu adalah warga kita semua, World Bank pernah merilis bahwa PMI atau orang Indonesia yang bekerja di seluruh negara penempatan berjumlah 9 juta orang. Berarti ada 4,5 juta lagi orang Indonesia yang tidak tercatat resmi dalam sistem yang dimiliki negara,” kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam Launching SOP dan Penandatanganan MOU BP2MI bersama mitra di Jakarta, Selasa.
Benny menyebutkan bahwa dalam data resmi SISKOP2MI jumlah pekerja migran yang terdaftar dalam penempatan resmi ada sekitar 4,5 juta orang. Namun, World Bank (Bank Dunia) menyatakan bahwa PMI yang bekerja di luar negeri ada sebanyak 9 juta orang.
Benny mengakui bahwa potret kondisi PMI sangat memprihatinkan. Mereka sering menjadi korban yang rawan akan tindak pidana perdagangan orang, mengalami eksploitasi fisik atau seksual, gaji yang tak melulu dibayarkan, mengalami eksploitasi waktu kerja, diputuskan secara sepihak bahkan mengalami kematian yang banyak dialami oleh Anak Buah Kapal (ABK).
ABK yang telah mengalami penganiayaan di atas kapal dan meninggal, akan dihanyutkan di laut untuk menghilangkan bukti. Bahkan beberapa PMI pulang dalam keadaan sakit, lupa ingatan, depresi dan berpakaian tidak layak.
“Dari rentang waktu 2020-31 Oktober 2022 saja, ada 3.076 PMI dinyatakan mengalami sakit di mana 90 persennya korban kejahatan PMI dan 80 persen korban perempuan dan ibu-ibu,” ujar Benny.
Sedangkan penanganan pemulangan jenazah PMI dalam kurun waktu yang sama, ada 1.477 di mana 90 persen merupakan korban kejahatan PMI dan 80 persen korban adalah perempuan dan ibu-ibu.
Benny menyatakan bahwa PMI layak mendapatkan penghormatan dari semua pihak, karena menjadi salah satu dari lima besar penyumbang devisa negara terbanyak. PMI menduduki posisi keempat dengan menyumbang pemasukan hingga Rp159,6 triliun.
Seharusnya dengan sumbangsih besar tersebut, negara dapat menyediakan perlindungan yang layak dan meningkatkan kompetensi PMI agar dapat bersaing dan diakui oleh pihak yang menjadi majikannya di negara penempatan terkait.
“Saya sering mengatakan negara ini berhutang besar pada mereka. Kita ini berhutang besar pada PMI. Jika mereka tidak menyumbang pada devisa negara ini, maka tidak ada yang bisa dinikmati oleh kita atau para pejabat di bumi Indonesia,” katanya.
Oleh karenanya BP2MI memberikan perlindungan berupa pemberantasan sindikat yang memperjualkan PMI dan menerbitkan credential letter yang berisikan pernyataan negara meminta perlakuan layak bagi PMI pada pemerintah negara penempatan.
Hal lain yang dilakukan adalah memberikan pelatihan dan memberikan perlakuan hormat di antaranya dengan membentuk lounge, fast track, Ambulance PMI dan keluarga, Migran Klinik dan fasilitasi pembiayaan yang mudah dengan bunga yang wajar melalui KUR dan KTA PMI.
“Mereka adalah para orang-orang hebat, para pejuang yang rela meninggalkan tanah dan keluarga demi meraih mimpi-mimpi indahnya, dan ingat! Belum tentu kita memiliki keberanian seperti mereka,” katanya. (*)