Jakarta (ANTARA) - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memastikan terus melakukan sosialisasi kepada calon pekerja migran Indonesia (PMI) agar tidak berangkat ke negara penempatan melalui cara tidak sesuai prosedur, mengingat rentan terkena eksploitasi.
"Sayangnya masih terus terjadi, pemberangkatan nonprosedural menjadi tiket untuk eksploitasi," kata Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Asia dan Afrika BP2MI Lasro Simbolon dalam pelepasan PMI ke Korea Selatan dipantau secara daring di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan BP2MI terus melakukan sosialisasi keuntungan untuk bekerja di luar negeri dengan menggunakan prosedur sesuai dengan aturan yang berlaku, salah satunya dilepas berangkat dengan hormat, menikmati fasilitas yang disediakan di beberapa bandara, serta memastikan mendapatkan pelindungan terkait dengan hak-haknya dari negara.
Sebaliknya, katanya, keberangkatan tidak sesuai prosedur dapat meningkatkan risiko tenaga kerja Indonesia mengalami eksploitasi, baik fisik maupun ketenagakerjaan. Selain itu, terdapat potensi menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Dalam statistik, laporan dan layanan-layanan kita terlihat bedanya yang berangkat prosedural dan nonprosedural," kata dia.
Menurut data BP2MI, terdapat 143 pengaduan yang masuk per Agustus 2024 dengan 67,13 persen pengaduan berasal dari pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak sesuai dengan prosedur yang ada.
Total dalam periode Januari sampai dengan Agustus 2024 terdapat 1.022 aduan yang diterima oleh BP2MI, dengan 776 di antaranya berasal dari PMI nonprosedural dengan keluhan seperti ingin dipulangkan, gaji tidak dibayar, dan gagal berangkat.
Baru-baru ini, Kementerian Luar Negeri RI juga tengah berkoordinasi dengan otoritas Myanmar terkait dengan adanya warga negara Indonesia yang diduga disekap di Myawaddy, Myanmar yang menjadi korban penipuan tawaran bekerja di luar negeri.