Jakarta (ANTARA) - Setelah mencoba pendekatan horor pada "Doctor Strange in the Multiverse of Madness" (2022), Marvel Studios kembali menghadirkan kesan "menyeramkan" pada konten terbarunya di Disney+ berjudul "Werewolf by Night".
ANTARA berkesempatan untuk menyaksikan "Werewolf by Night" sebelum penayangan resminya di Indonesia melalui layanan streaming Disney+ Hotstar pada Jumat (7/10) sore ini. Berikut ulasan singkatnya.
Tayangan yang didasarkan dari karakter Marvel Comics dengan nama yang sama ini mengikuti kelompok rahasia pemburu monster yang berkumpul di Bloodstone Manor, tepat setelah kematian pemimpin mereka. Mereka terlibat dalam kompetisi misterius dan mematikan untuk peninggalan yang kuat, yang akan membawa mereka berhadapan dengan monster berbahaya.
Selain berburu mangsanya, para karakter saling menyerang selama malam berdarah penuh pengkhianatan, serta pembantaian makhluk tersebut.
Gael García Bernal membintangi tayangan spesial untuk Halloween ini sebagai Jack Russell / Werewolf by Night, bersama dengan Laura Donnelly dan Harriet Sansom Harris.
Dalam durasi yang singkat, yakni sekitar 52 menit, "Werewolf by Night" mampu mengajak penonton larut dalam nuansa film horor klasik dengan pendekatan warna hitam-putih, namun, Bloodstone yang diperebutkan dihadirkan dengan warna merah yang kontras.
Baca juga: Acha dan Volland cerita hal mistis di balik film horor "Mumun"
Tak hanya mendukung latar cerita yang berada di awal tahun '70-an, pemilihan warna monokrom ini bisa dibilang memberikan kesan mencekam, dingin, dan liar (raw), yang jelas merupakan intensi dari sang pembuat film.
Michael Giacchino adalah sosok dibalik tayangan "Werewolf by Night". Giacchino sendiri mungkin lebih akrab di telinga para pecinta film sebagai komposer untuk film-film populer seperti "Spider-Man: No Way Home" (2021), "The Batman" (2022), dan "Jurassic World: Dominion" (2022). Bisa dibilang, "Werewolf by Night" adalah debut pertamanya sebagai sutradara film fitur.
Giacchino dibantu oleh Heather Quinn dan Peter Cameron sebagai penulis naskah. Ketiganya mampu secara efektif menyalurkan kengerian konten spesial Halloween ini dengan referensi-referensi dan elemen film-film horor zaman dahulu seperti "Nosferatu" (1922), "Dracula" (1931), "Frankenstein" (1931), "Creature From the Black Lagoon" (1954), hingga "Bram Stoker's Dracula" (1992).
Kesan gothic juga dihadirkan melalui kolaborasi sang sutradara dengan sinematografer Zoë White, desainer produksi Maya Shimoguchi, penata artistik Lauren Rosenbloom, dan penata kostum Mayes C. Rubeo.
Latar yang sederhana dengan elemen dan estetika klasik seperti adanya labirin di dalam kuil tua, terjebak dan berlari dari pintu ke pintu, adegan "berdarah-darah", hingga penataan pencahayaan yang suram menjadi kesenangan tersendiri saat menonton "Werewolf by Night".
Hal ini digabungkan pula dengan premis cerita yang sebenarnya ringan, namun mampu dikemas sedemikian rupa menghasilkan teror dan ketegangan bagi siapa pun yang menontonnya, tak terkecuali penggemar Marvel Cinematic Universe (MCU) yang sudah biasa dimanjakan dengan visual penuh warna. Konsep Marvel kali ini pun bisa dibilang menjadi kesegaran tersendiri bagi MCU fase empat ini.
Semua aspek visual itu pun semakin sempurna dengan musik-musik gubahan sang sutradara, Giacchino, yang sudah jelas mampu mendukung jalannya cerita lebih mulus lagi.
Secara keseluruhan, "Werewolf by Night" rasanya bisa menjadi pilihan tontonan untuk disaksikan di bulan Oktober yang lekat dengan kengerian Halloween. Hadir dengan konsep dan pendekatan unik dari MCU, tak berlebihan jika menyebutkan tayangan ini sebagai surat cinta para pembuatnya untuk menghormati sinema horor klasik di sebuah kemasan yang modern.
"Werewolf by Night" tayang di Disney+ Hotstar mulai Jumat (7/10).(*)