Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya melakukan berbagai cara dan upaya untuk menghindari adanya pernikahan dan perceraian dini, salah satunya dengan memberikan fasilitas pendidikan parenting pranikah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya Tomi Ardiyanto di Surabaya, Selasa, mengatakan, untuk mengurangi terjadinya pernikahan dini, pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) Surabaya serta Kantor Urusan Agama (KUA) di setiap kecamatan.
"Caranya dengan menggelar kelas bagi calon pengantin sebelum melaksanakan pernikahan," kata dia.
Menurut dia, proses pernikahan itu bukan hanya soal resepsi atau ijab kabul saja, melainkan harus bisa memberikan edukasi bagi calon pengantinnya. "Jadi calon mempelai pria dan perempuan itu nanti kami berikan edukasi bagaimana cara membentuk suatu keluarga," kata Tomi.
Fungsi dari pendidikan parenting pranikah itu, lanjut dia, bukan sekadar untuk menghindari adanya pernikahan dan perceraian dini saja. Akan tetapi, juga untuk menekan terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada pasangan pengantin.
Maka dari itu, Tomi melanjutkan, sebelum calon pengantin melaksanakan pernikahan butuh pengetahuan lebih mendalam melalui edukasi parenting. Menurut dia, pendidikan parenting bagi calon pengantin bukan hanya tugas pemkot, tetapi juga membutuhkan sinergitas berbagai stakeholder serta unsur masyarakat.
"Jadi buka hanya karena ingin menikah, tapi harus diperhatikan juga soal komitmen antara kedua pasangan, sakralnya itu di situ. Bagaimana tanggung jawab sebagai suami dan seperti apa tugas sebagai seorang istri, kalau sudah menikah kan yang dipikirkan adalah pencegahan supaya tidak terjadi perceraian. Bahkan perceraian akibat pernikahan dini cukup banyak di Jatim," kata Tomi.
Mantan Camat Wonokromo itu juga menjelaskan, penyebab perceraian itu juga bisa terjadi karena adanya masalah finansial. Oleh sebab itu, lanjut dia, kelas parenting menjadi penting bagi calon pengantin, agar lebih siap menghadapi dan tahu bagaimana cara menghadapi ketika ada sebuah masalah di dalam rumah tangga.
"Secara spiritual, kemudian kesehatan reproduksi dan psikologisnya itu kami berikan ketika pendidikan pranikah. Ketika menikah dini, memang secara reproduksi belum matang, itu juga berpotensi melahirkan anak stunting," kata dia.
Cara pola asuh anak juga perlu diberikan untuk menghindari terjadinya masalah gizi buruk pada anak. Maka dari itu, menikah harus dengan usia yang mencukupi agar ke depannya lebih siap secara mental dan finansial.
"Namanya calon pengantin, secara aturan kalau nikah minimal usia 19 tahun. Agar lebih siap secara mental dan finansial," ujar dia.