Surabaya (ANTARA) - Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya menyoroti tarif jasa potong murah yang menjadi salah satu penyebab Rumah Potong Hewan (RPH) merugi.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno di Surabaya, Jumat, mengatakan, Komisi B memberikan perhatian terhadap tarif jasa potong murah sebesar Rp50 ribu untuk setiap pemotongan satu hewan berupa sapi.
"Kalau dibiarkan dan diteruskan, saya yakin RPH tidak akan berkembang dan mencapai target pendapatan surplus," kata dia.
Anas mengatakan, perlu ada revisi peraturan daerah soal tarif jasa potong hewan di RPH, sebagai acuan hukum.
Baca juga: DPRD minta Pemkot Surabaya tertibkan puluhan gedung tidak bersertifikat laik fungsi
Menurut dia, tarif jasa potong itu meliputi awal penyembelihan hewan sampai proses pengemasan. Tarif tersebut belum termasuk biaya listrik, air dan pengolahan limbah.
"Itu biaya yang tidak sedikit. Kalau dibandingkan dengan tarif Rp50 ribu tidak sepadan. Belum lagi utang pajak yang harus dibayar RPH di tahun 2022," kata dia.
Lebih lanjut menurut Anas, Dirut PD RPH Surabaya harus tegas dalam persoalan tarif jasa potong ini.
Baca juga: DPRD: Laporan Pertanggungjawaban APBD Kota Surabaya 2021 sesuai prosedur
"Harus ada ketegasan. Seharusnya manajemen di dalam yang mengurusi pemotongan hewan. Bukannya diurusi oleh pihak luar seperti yang selama ini terjadi," kata dia.
Direktur PD RPH Surabaya Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan, biaya operasional PD RPH Surabaya lebih besar dari pada pendapatan. Sejumlah komponen yang memicu kerugian di antaranya tanggungan tunggakan pajak, dan tarif jasa potong hewan yang murah.
"Selama ini RPH menerapkan manajemen rumah potong tradisional. Jagal hanya dikenakan tarif jasa potong sebesar Rp50 ribu. Kemudian semua pekerjaan mulai dari pemotongan hingga pengemasan dilakukan oleh tim mereka," kata dia.
Padahal biaya yang dikeluarkan RPH Surabaya besar untuk kegiatan pemotongan hewan. Seperti biaya listrik, air dan pengolahan limbah yang membutuhkan pekerja tidak sedikìt, di lahan seluas 2 hektare milik RPH Surabaya.
"Kalau mengacu pada manajemen moderen RPH. Jagal menyerahkan seluruh proses pemotongan ke RPH. Mulai dari menyembelih, menguliti, mencacah sampai pengemasan. Besaran tarif juga dihitung berdasarkan proses tersebut. Termasuk biaya listrik, air dan pengolahan limbah," kata Fajar.
Fajar menambahkan, RPH Surabaya di Pegirian sudah menjadi sosio kultur masyarakat setempat. Sehingga pihaknya kesulitan ketika menerapkan aturan.
"Kajian kami bukan kajian hitam putih. Kegiatan pemotongan di RPH merupakan kebiasaan masyarakat setempat yang turun temurun. Maka tidak mudah ketika dihadapkan pada aturan yang di atas kertas," kata dia.
Baca juga: Satpol PP Surabaya diminta tertibkan tempat hiburan malam buat suara bising