Surabaya (ANTARA) - Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki luas lautan mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan teritorial 3,1 juta km2 dan ZEE Indonesia 2,7 km2.
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia terdiri dari 17.504 buah pulau dan panjang pantai mencapai 95.181 km (KKP, 2011). Potensi yang sangat besar telah membuat perhatian Pemerintah sejak 2014 telah menggaungkan pembangunan sektor maritim dengan narasi yang berjudul
“Indonesia Poros Maritim Dunia”. Berbagai upaya telah dilakukan, misalnya dengan perbaikan regulasi kemaritiman mulai dari Undang-undang hingga terbaru Perpres Nomor 43 tahun 2022 tentang rencana aksi Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI) tahun 2021-2025.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang kelautan, aktivitas maritim dirinci menjadi 9 klaster, yaitu, perikanan, ESDM, industri bioteknologi, industri maritim perkapalan, jasa maritim, wisata bahari, perhubungan laut, bangunan laut dan hankam hukum keselamatan laut. BPS telah mencatat selama 2010-2016, kontribusi PDB sektor maritim mencapai 6.04 persen dari PDB.
Komponen penyumbang kontribusi terbesar adalah sektor ESDM dan perikanan laut dengan penyumbang pertumbuhan tertinggi ada di sektor perikanan. Bahkan sampai tahun 2019, BPS mencatat PDB perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 5,81 persen, ini menunjukkan prospek sektor maritim sangat besar di masa akan datang.
Jawa Timur adalah provinsi yang memiliki potensi maritim yang sangat besar. Dengan luas 47.803,49 km2 terdiri dari 38 Kabupaten/Kota, Jawa Timur mempunyai wilayah pesisir dan garis pantai yang panjang.
Perairan yang berbatasan dengan Jawa Timur meliputi laut Jawa, Selat Bali dan dan Samudera Hindia menjadikannya sebagai gerbang konektivitas maritim sejak dahulu sampai sekarang. Selain itu, provinsi ini juga terdiri dari 508 pulau-pulau kecil yang berada di wilayah administrasi, beberapa yang terbanyak adalah Kabupaten Sumenep 123 pulau termasuk Kangean dan Gili Iyang, Jember 81 pulau, Trenggalek 51 pulau, Banyuwangi 34 pulau, , dan Gresik 13 pulau termasuk Bawean dan Gili Noko.
COVID-19 telah berlangsung selama 2020 sampai 2022 ini, Ekonomi Jawa Timur sempat mengalami kontraksi minus 2,39 % di 2020 dan kembali tumbuh 3,57 persen di 2021. Hampir semua sektor sempat mengalami perlambatan ekonomi. Proses pemulihan ekonomi ke depan akan seperti apa di Jawa Timur, salah satunya akan ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah.
Apalagi, dua tahun lagi akan memasuki pemilihan kepala daerah serentak, yang menentukan arah pembangunan lima tahun berikutnya. Apakah narasi pembangunan ekonomi maritim akan masuk ke dalam visi dan misi kepala daerah yang baru? Potensi industri kemaritiman di Jatim sangat tinggi dilihat dari data terdapat 28 perusahaan galangan kapal baik reparasi maupun produksi baru.
Jumlah ini mencakup 11-15 persen dari jumlah galangan kapal di Indonesia yang mencapai 250 perusahaan terdaftar. Jawa Timur memiliki potensi perikanan tinggi, baik perikanan budidaya air payau, budidaya air tawar ataupun perikanan laut. Tahun 2021, provinsi pengekspor komoditas perikanan tertinggi nasional mengalahkan Lampung, Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Jawa Timur juga pengekspor udang terbesar mengalahkan DKI Jakarta dan Banten.
Tantangan Industri Maritim Jawa Timur
Walaupun potensi ekonomi maritim tinggi, namun ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam perencanaan strategis pembangunan ekonomi maritim ke depan.
Tantangan pertama adalah produktifitas nelayan. Selama periode 2019-2021 angka nilai tukar nelayan (NTN) Jatim memang mengalami kenaikan. Tetapi, NTN provinsi selalu di bawah nasional dengan tren yang sama mengalami kenaikan tetapi namun laju kenaikan NTN masih lebih rendah dari laju kenaikan nasional.
Padahal potensi ekspor ikan di Jatim sangat besar di saat pandemi COVID-19. Kurang optimalnya NTN di Jatim dibanding provinsi lain, antara lain belum optimalnya peningkatan kualitas mutu, produk, komoditas, sumber daya manusia (pembudidaya ikan, nelayan, petambak garam) serta sarana dan prasarana kelautan dan perikanan, maupun kapasitas pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan.
Industri pengolahan ikan di Jawa Timur juga menghadapi tantangan yang harus dipikirkan ke depan. Misalnya pemenuhan pasar domestik dan ekspor dibanding dengan ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan. Faktor logistik antar provinsi, jumlah kapal dan prasarana perikanan tangkap harus dipikirkan untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan.
Peta terbaru perlu dibuat baik skala kecil menengah dan besar dari industri yang meliputi pengalengan, pengeringan, pengasapan, pembekuan, pemindangan, dan pengolahan pengawetan. Sehingga bisa dibuat rekomendasi kebijakan industri mana yang memerlukan insentif dan dukungan, industri mana yang membutuhkan perhatian bahan baku, dan bahan baku penolong seperti kaleng, serta peningkatan ekspor hasil pengolahan ikan.
Tantangan pengembangan industri maritim lainnya adalah masih mahalnya biaya logistik. Biaya logistik di Indonesia termasuk di Jawa Timur, masih belum efisien. Diperlukan investasi berkelanjutan untuk revitalisasi pelabuhan barang di Jawa Timur.
Isu ramah energi dan digitalisasi pelabuhan memerlukan perhatian pemerintah provinsi Jawa Timur untuk mengolaborasikan para stakeholder baik badan usaha pelabuhan (BUP) swasta maupun BUMN, pemerintah pusat, otoritas pelabuhan (OP) dan badan usaha yang terlibat di pelabuhan di daerah seperti kontainer, pergudangan, bongkar muat dan perusahaan ekspor impor.
Belum lagi bicara tantangan industri pelayaran dan galangan kapal. Posisi Jawa Timur sebagai pintu gerbang Indonesia Timur dan isu Ibu Kota Negara baru yang berada dekat dengan perairan menuju dan ke Jawa Timur, menjadi daya tarik tersendiri.
Konektivitas pelayaran antar pulau di dalam Jawa Timur, seperti pelayaran Gresik ke Bawean, dan mobilitas antar pulau di Sumenep menjadi daya tarik prospek pelayaran ke depan. Apalagi pulau-pulau di Bawean dan Sumenep menjadi daya tarik wisata bahari, maka pelayaran menuju dan dari lokasi tersebut memerlukan revitalisasi ke depan.
Terakhir adalah industri wisata bahari menghadapi tantangan terkait recovery akibat penutupan karena pembatasan mobilitas penduduk selama pandemi. Masih perlunya peningkatan pemenuhan kriteria wisata bahari berkelanjutan yang berwawasan lingkungan atau ekowisata, dan belum terintegrasi konektivitas antar objek wisata bahari dengan moda transportasi atau pelayaran yang tersedia.
Serta tantangan keterkaitan wisata bahari dengan wisata lainnya dalam hal akomodasi, akses dari dan menuju bandara, pelabuhan dan terminal.
Rekomendasi
Jika ingin Jawa Timur menjadi barometer ekonomi maritim dan penyokong industri maritim di Indonesia, maka harus diambil beberapa langkah-langkah oleh pihak terkait yang dikomandani oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.
Langkah pertama, reformasi regulasi kemaritiman berkelanjutan. Perpres Rencana aksi KKI 2021-2025 pemerintah pusat harus dibuat turunannya di Jatim, lalu implementasi Perda Nomor 1 tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil RZWP3K harus segera ditindaklanjuti bahkan sampai ke regulasi di kabupaten/kota.
Implementasi Perda 3 tahun 2016 tentang nelayan perlu ditingkatkan. Penguatan regulasi terkait industri pariwisata bahari juga diperlukan.
Langkah kedua adalah mengawal implementasi visi misi Gubernur berupa Nawa Bhakti Satya, khususnya yang berkaitan dengan maritim yakni kelautan, perikanan, nelayan dan transportasi laut. Ke depan, perlu kolaborasi dengan para stakeholder baik pemerintah pusat , BUMN dan swasta untuk realisasi Bhakti ke-4 membangun infrastruktur dalam kerangka pengembangan wilayah terpadu, dan keadilan akses bagi masyarakat pesisir dan desa terluar.
Dalam hal yang berkaitan dengan industri maritim diantaranya adalah revitalisasi dermaga perintis pulau-pulau Sumenep, penguatan layanan transportasi laut pulau Bawean, pengembangan pesisir Jawa Timur bagian selatan , mendorong pembangunan pelabuhan (rute perintis) di wilayah timur guna menunjang konektivitas jalur laut antar daerah dan penguatan tol laut.
Langkah ketiga adalah, peningkatan kolaborasi multistakeholder untuk reformasi di sektor pelabuhan, baik pelabuhan barang, pelabuhan pelayaran dan pelabuhan perikanan di Jawa Timur.
Langkah keempat adalah pemetaan kembali serta dukungan kebijakan ekonomi untuk penguatan sektor industri pengolahan ikan, industri galangan kapal, industri pelayaran dan jasa maritim, khususnya yang memberikan nilai tambah ekonomi dan lapangan kerja.
Langkah kelima, penugasan BUMD di Jawa Timur untuk memiliki peran di sektor industri maritim yang lebih luas dengan meningkatkan kerjasama operasional atau membentuk konsorsium BUMD Pelabuhan atau BUMD Maritim untuk menggarap investasi di sektor pelabuhan, pelayaran dan jasa maritim.
Semoga pemulihan ekonomi pascapandemi serta pergantian kepemimpinan di Jatim ke depan tak melupakan isu terkait industri maritim ini sehingga muncul kembali slogan, Jawa Timur sebagai penopang utama Indonesia sebagai poros maritim dunia. (*)
*Penulis Achmad Zakaria, Mahasiswa Magister Administrasi Publik Universitas Hang Tuah Surabaya