Jakarta (ANTARA) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membekukan aset kripto milik Indra Kenz yang berada di luar negeri dengan total aset senilai Rp38 miliar.
"Benar kami sudah bekukan aset kriptonya (milik Indra Kenz) di luar negeri," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan total aset kripto Indra Kenz yang dibekukan senilai Rp38 miliar tersebut menggunakan nama orang lain. Jumlah tersebut kemungkinan akan bertambah karena tim PPATK masih terus mendalami hingga saat ini.
"PPATK bekerja sama dengan Bareskrim Polri dan sudah turun ke penyedia jasa keuangan yang bersangkutan serta melakukan audit untuk mengetahui pola-polanya," ujarnya.
Baca juga: Indra Kenz diduga alihkan aset ke mata uang kripto senilai Rp58 miliar
Baca juga: Tersangka penipuan investasi Indra Kenz mengaku tidak ada niat menipu
Ivan juga membenarkan bahwa Indra Kenz sempat memindahkan dahulu uangnya ke rekening lain, di luar aset kripto milikinya. Aset kripto dan rekening-rekening Indra Kenz sudah dibekukan PPATK.
Ivan mengatakan PPATK tidak hanya menelusuri terkait kasus Binomo, namun juga afiliator trading lainnya karena beberapa modusnya melarikan asetnya ke luar negeri.
Baca juga: Polisi tetapkan tersangka baru kasus Binomo Indra Kenz
Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan Indra Kenz sebagai tersangka dugaan tindak pidana penipuan berkedok investasi melalui aplikasi binary option Binomo.
Indra Kenz selaku afiliator yang mempromosikan binary option Binomo sebagai aplikasi trading, namun faktanya adalah judi daring.
Indra dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 28 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ancamannya 6 tahun penjara. Selain itu, Pasal 3, Pasal 5, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman 20 tahun penjara dan maksimal Rp10 miliar, dan Pasal 378 KUHP ancaman penjara 4 tahun.