Ngawi (ANTARA) - Produksi kedelai petani di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, mengalami penurunan akibat keengganan petani setempat untuk menanam komoditas tersebut.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Ngawi mencatat luas lahan panen kedelai pada tahun 2020 menurun signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2019.
Luas lahan panen kedelai tahun 2020 mencapai 817 hektare dengan jumlah produksi 1.240 ton, menurun dari luas lahan panen tahun 2019 sebesar 2.192 hektare dengan produksi 3.444 ton. Sedangkan kebutuhan kedelai warga Ngawi mencapai sekitar 7.200 ton per tahun.
"Petani lokal enggan menanam kedelai karena harga jualnya kalah bersaing dengan harga kedelai impor yang lebih murah," ujar Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono di Ngawi, Selasa.
Menurut dia, selama ini masyarakat cenderung pilih membeli kedelai impor yang harganya lebih murah, yakni Rp7.000 per kilogram saat normal belum ada kenaikan harga saat ini.
Harga itu lebih murah dari kedelai lokal yang harganya Rp8.500 per kilogram. Petani terpaksa menjual lebih mahal karena untuk menutup biaya operasional tanam.
"Karena kalah bersaing harga, maka petani setempat tidak lagi menanam kedelai. Sehingga otomatis lahan tanam dan produksi kedelai turun drastis," katanya.
Tiadanya petani lokal tanam kedelai membuat ketergantungan pasokan dari luar negeri semakin besar. Pihaknya menilai hal tersebut kini menjadi sebuah ironi, menyusul mahalnya harga kedelai impor saat ini akibat tersendatnya pendistribusian dari negara produsen.
"Akibatnya kedelai langka di pasaran, harga naik, dan berimbas pada sejumlah perajin tempe dan tahu," katanya.
Sesuai data, harga kedelai di pasaran Ngawi saat ini berkisar antara Rp13.000 hingga Rp14.000 per kilogram, baik untuk jenis lokal maupun impor. Hal tersebut sangat memberatkan perajin tempe dan pelaku UMKM keripik tempe yang menjadi andalan di Ngawi.
Data Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah (Dinkop UMKM) Ngawi mencatat, sedikitnya ada 300 pelaku usaha industri tempe dan tahu terkena dampak kenaikan harga kedelai.
Bupati menyampaikan terdapat sejumlah solusi untuk menanggulangi mahalnya harga kedelai saat ini. Yakni, melakukan intervensi di tingkat pasar. Penanganan jangka pendek berupa operasi pasar dan inspeksi itu butuh keterlibatan pemerintah pusat. Sedangkan penanganan jangka panjangnya mencari bibit kedelai unggul dan produktif.
Bibit tersebut diharapkan dapat menarik minat petani untuk menanam kedelai. Juga bersaing dengan kedelai impor saat alur distribusinya kembali lancar. Bibit unggulan tersebut diharapkan minim biaya produksi dan menghasilkan panen yang lebih maksimal.