Bangkalan (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Bangkalan menilai program bantuan sosial dan bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintah kepada masyarakat mampu menahan penurunan daya beli.
"Jika tidak ada bantuan stimulan, seperti bantuan sosial dan bantuan langsung tunai dari dana desa, kemungkinan penurunan daya beli masyarakat akan lebih tinggi lagi," kata Kepala Seksi Neraca Wilayah dan Analisa Statistik BPS Bangkalan Yeni Arisanti di Bangkalan, Sabtu.
Upaya memulihkan ekonomi masyarakat memang telah dilakukan dengan cara membantu melakukan pendampingan kepada masyarakat untuk melakukan penjualan secara daring, akan tetapi tidak maksimal.
"Penyebabnya, karena hanya sebagian kecil masyarakat di kabupaten ini yang biasa berbelanja secara online. Mayoritas kan berbelanda langsung. Jadi belum menjadi budaya masyarakat di Bangkalan ini," katanya.
Untuk itu tambahnya, program yang diperioritaskan Pemkab Bangkalan dalam rangka memulihkan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat dengan cara mencegah penyebaran COVID-19 terlebih dahulu dan memaksimalkan penegakan disiplin protokol kesehatan.
Ia menjelaskan selama pandemi COVID-19 berlangsung terjadi penurunan daya beli dari berbagai sisi, meskipun berbagai program stimulan telah dilakukan pemerintah untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat di wilayah itu.
"Selain karena dari unsur pendapatan masyarakat yang menurun secara dratis akibat pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat, juga karena perputaran uang secara umum di kabupaten ini juga menurun," katanya.
Ia menuturkan, berdasarkan data BPS, angka belanja per kapita masyarakat Bangkalan dalam dua tahun terakhir, yakni 2019 hingga 2020 turun sebesar Rp108 ribu.
"Pada tahun 2019 angka belanja masyarakat Bangkalan terdata sebesar Rp8.718.000 per kapita per tahun, sedangkan pada tahun 2020 menurun menjadi Rp8.610.000 per kapita per tahun," katanya.
Selain karena pendapatan menurun, lonjakan harga kebutuhan bahan pokok juga penyebab menurunnya daya beli masyarakat Bangkalan.
Dengan demikian, sambung dia, dua hal yang menjadi penyebab secara bersamaan mengapa daya beli masyarakat Bangkalan menurun, yakni harga kebutuhan bahan pokok yang semakin naik, dan penurunan pendapatan per kapita.
Secara terpisah Kepala Bagian Perekonomian Pemkab Bangkalan Zainal Alim mengakui dampak pandemi COVID-19 itu pada sektor ekonomi masyarakat.
Faktor pembatasan kegiatan masyarakat oleh pemerintah sebagai upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19 di wilayah itu merupakan faktor utama yang menyebabkan ekonomi masyarakat Bangkalan melemah.
"Dan kondisi ini tidak hanya terjadi di Bangkalan saja, akan tetapi di semua daerah kabupaten/kota di Indonesia," katanya.
Dalam rilis yang disampaikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur tentang kondisi ekonomi Jawa Timur akibat pandemi COVID-19 belum lama ini menyebutkan, bahwa pertumbuhan ekonomi Jatim minus 2 persen lebih.
"Jika Bangkalan telah bebas dari COVID-19, kami yakin ekonomi akan normal seperti sedia kala. Tapi kami di pemerintahan ini tetap berupaya agar ekonomi tidak mandek dengan cara tetap memfasilitas terjadinya kegiatan ekonomi masyarakat di berbagai sektor, baik perdagangan, pariwisata ataupun di sektor pertanian," katanya.