Jember (ANTARA) - Aliansi pengajar HAM dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia berharap masyarakat mendapatkan vaksin gratis di tengah pandemik COVID-19 untuk pembentukan kekebalan komunal (herd immunity).
"Berpedoman pada science, maka vaksin merupakan instrumen vital dan utama dalam melindungi warga negara," kata Koordinator Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (Sepaham) Al Khanif di Universitas Jember dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.
Presiden Jokowi telah menyatakan bahwa vaksin COVID-19 gratis untuk semua sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021, bahkan Presiden juga mencanangkan gerakan vaksinasi 2 juta dalam sehari.
"Itu sebuah angan kebijakan yang sangat baik. Hal itu tentu berdasarkan data bahwa vaksinasi Indonesia masih jauh dari target pembentukan herd immunity," tutur-nya.
Namun, lanjut dia, di tengah sengkarut tata kelola penanganan pandemik dalam menghadapi krisis saat ini, justru ada kebijakan yang menjadikan vaksin sebagai barang komoditas dan privilese.
"Padahal kebijakan itu bertentangan dengan semangat Peraturan Menteri Kesehatan 10 Tahun 2021 sebelumnya yang menyatakan vaksinasi tidak akan dibebankan ke pengguna melainkan dibebankan kepada perusahaan sebagaimana lazimnya jaminan kesehatan lainnya," katanya.
Hanif menilai keluarnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2021 juncto Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 jelas bertentangan dengan hak masyarakat atas kesehatan di era pandemik.
"Masyarakat sudah mengalami beban ekonomi dan sosial yang berat dan karenanya tidak tepat jika ditafsirkan oleh pemerintah untuk mengajak masyarakat meringankan beban negara dengan membebankan biaya vaksinasi ke masyarakat," ujarnya.
Hanif menjelaskan dalam beberapa regulasi menjelaskan kesehatan adalah hak warga negara dan pemerintah sebagai penyelenggara negara, berkewajiban untuk memenuhi layanan kesehatan demi tercapai-nya derajat tertinggi kesehatan.
Secara teknis, lanjut dia, standar hak asasi manusia telah memberikan kerangka pemenuhan hak atas kesehatan melalui Komentar Umum Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Nomor 14 bahwa layanan kesehatan harus memenuhi 4 (empat) indikator yakni:
1. Aspek ketersediaan (availability). Pada konteks ini, vaksin harus tersedia dalam kuantitas yang cukup.
2. Aspek aksesibilitas (accesibility). Vaksin harus dapat diakses oleh siapapun. Tidak boleh ada diskriminasi atau pengistimewaan kepada siapa pun. Vaksin harus dapat diakses dan terjangkau oleh siapa pun. Informasi tentang pelayanan vaksin harus terbuka dan dapat diakses oleh siapa pun.
3. Aspek keberterimaan (affordability). Vaksin harus dapat diterima oleh masyarakat. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memberi Pendidikan kepada pihak yang menolak vaksin dengan argumentasi perlindungan hak orang lain.
4. Aspek kualitas (quality). Vaksin harus memenuhi standar berkualitas sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Untuk itu, para pengajar HAM dan beberapa elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Vaksin untuk Semua meminta Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Kesehatan agar mencabut, bukan menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 dan memutuskan kembali bahwa vaksin COVID-19 adalah gratis untuk semua warga negara.
"DPR khususnya Komisi IX untuk mengingatkan pemerintah bahwa vaksin adalah barang publik yang harus diberikan kepada seluruh warga negara Indonesia secara gratis," ucap Hanif yang juga Direktur The Center for Human Rights, Multiculturalism, and Migration (CHRM) Unej ini.
Ia berharap pemerintah pusat dan daerah serta Satgas Penanganan Pandemi COVID-19 untuk memaksimalkan upaya dalam rangka memberikan layanan kesehatan gratis, termasuk vaksinasi dengan adil dan tidak diskriminatif.
Aliansi pengajar HAM tegaskan vaksin adalah hak asasi setiap orang yang seharusnya gratis
Selasa, 13 Juli 2021 23:49 WIB