Surabaya (ANTARA) - Sejumlah kelompok tani di Jawa Timur, mengapresiasi program asuransi pertanian yang digagas pemerintah, karena telah memberikan dampak langsung kepada para petani.
Ketua Kelompok Tani dari Dusun Gondangmanis, Desa Gondangmanis, Kecamatan Bandarkedungmulyo, Kabupaten Jombang, Jatim, Mukadis, mengakui bahwa dirinya dan para petani yang terkena dampak gagal panen sangat terbantu dengan adanya program asuransi pertanian.
"Dari segi keuntungan memang sangat membantu para petani, saya mempunyai 4 hektare tanaman padi, hampir 80 persen gagal panen kemarin, namun dengan asuransi pertanian, meringankan para petani. Dan harapan pada musim tanam berikutnya para petani bisa menanam kembali," kata Mukadis, dalam siaran persnya yang diterima di Surabaya, Minggu.
Ia mengatakan, di wilayahnya Dusun Gondangmanis memang dibuat percontohan oleh Jasindo atau perusahaan asuransi pemerintah, dan ada lima kelompok tani yang ikut asuransi, namun yang gagal panen ada empat kelompok dengan luasan sekitar 100 hektare.
Ia menceritakan, pernah terjadi banjir, sehingga mengalami puso atau gagal panen, dan kelompok tani itu mendapatkan klaim dari Jasindo.
"Ini sangat membantu, karena waktu itu petani nunggu panen namun akhirnya gagal. Dan mendapatkan ganti rugi lalu bisa untuk garap lagi, walaupun masih kurang, tapi manfaat asuransi untuk biaya lagi, biaya tanam padi lagi," katanya.
Sementara jumlah yang diterima dari klaim asuransi tersebut, kata Mukadis, mendapatkan uang tunai sebesar Rp6 juta per hektare dan dikirim ke masing-masing rekening kelompok.
"Mendapatkan uang tunai Rp6 juta per hektare, jadi tidak berupa sarana, tapi berupa uang tunai. Kemarin di survei, dari 4 hektare itu saya yang kena dampak 3 hektare, jadi yang bisa di klaim kan 3 hektare. Jadi 3 hektare dikalikan 6 hektare ya 18 juta. Untuk biaya tanam lagi," katanya.
Untuk premi yang dibayarkan, para petani mendapatkan subsidi dari pemerintah.
"Premi per musim itu Rp36.000 per hektare, sebetulnya 180.000 per hektare, cuma kan ada subsidi dari pemerintah 144.000," katanya, menjelaskan.
Mukadis mendorong pemerintah untuk memaksimalkan sosialisasi asuransi pertanian ini agar para petani yang belum mengikuti program tersebut, bisa mengikuti, dan mencegah terjadinya gagal panen dari para petani.
"Perlu gerakan dari pemerintah sendiri untuk menyosialisasikan, soalnya petani itu kan latah, kalau belum kena serangan (gagal panen) kadang-kadang disuruh ikut asuransi gak mau, tapi kalau kena serangan gini, sudah kena gagal panen, atau info dari petani terdekat pasti ikut," tuturnya.
Pakar Pertanian, Surya Vandiantara mengakui bahwa kesadaran terkait asuransi pertanian di Indonesia masih minim, sebab mayoritas petani adalah masyarakat perdesaan, bukan perkotaan.
"Nah ini perlu strategi khusus dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk menyelesaikan persoalan tersebut," kata Surya.
Surya menyayangkan banyaknya masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor pertanian namun tidak mau mengikuti asuransi pertanian dan peternakan, padahal dapat meng-cover kerugian petani.
Ia menjelaskan, fungsi asuransi pertanian hadir adalah untuk memitigasi risiko atau menyelamatkan petani ketika terjadinya gagal panen.
"Ketika terjadi gagal panen di periode pertama, dan modalnya habis, pupuknya, bibitnya habis, yang sudah digunakan dan ternyata gagal, harapannya dengan adanya asuransi, maka di periode selanjutnya petani masih bisa berproduksi," kata Surya kepada wartawan.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan asuransi pertanian yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
UU tersebut ditindak lanjuti penerbitan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 49 Tahun 2015 tentang Fasilitas Asuransi Pertanian. (*)