Surabaya (ANTARA) - Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Indonesia (Apjatel) melayangkan surat permohonan peninjauan kembali atau keberatan tarif sewa lahan untuk penyelenggara jaringan utilltas yang ada di wilayah setempat, karena skema harga yang diberikan pemkot tidak masuk akal.
"Saat ini telekomunikasi merupakan kebutuhan utama masyarakat, sudah seperti listrik dan air. Terlebih lagi di saat pandemi. Rencana Pemkot Surabaya jelas-jelas bertolak belakang dengan rencana Presiden Jokowi," kata Ketua Umum Apjatel, Muhammad Arif, dalam keterangan persnya, Senin.
Ia mengatakan, Pemkot Surabaya selain mengenakan harga yang sangat tinggi, juga hanya mengenakan sewa kepada seluruh operator telekomunikasi, tanpa ada upaya untuk membuat sarana terpadu utilitas untuk mendukung aktivitas operator telekomunikasi. Seperti yang dilakukan oleh Pemprov DKI.
“Pemkot Surabaya hanya menggenakan sewa saja terhadap kabel telekomunikasi di jalan atau area yang dilewati kabel, padahal area tersebut tidak hanya digunakan khusus untuk kabel saja, melainkan untuk area umum juga, dan tanpa difasilitasi dengan sarana jaringan utilitas terpadu sebagai bentuk penataan kabel udara," katanya.
Ia meminta, apabila pemkot memberlakukan sewa, maka harus ada kejelasan mengenai hak dan kewajiban dari penggelola dan penyewa, sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya akan menggenakan sewa dengan harga komersial terhadap jaringan telekomunikasi yang melintas di seluruh wilayah kota Surabaya.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Surabaya, Ikhsan S memberikan contoh di jalan Raya Darmo, saat ini harga pasar tanah mencapai Rp30 juta permeter. Jika diasumsikan satu jaringan utilitas dimanfaatkan oleh 25 operator, maka Pemkot Surabaya menggenakan sewa sebesar Rp13.333 / m per tahun per operator.
Harga sewa satu wilayah dengan wilayah lainnya akan berbeda-beda, tergantung harga nilai pasar di wilayah tersebut.
Jika operator telekomunikasi memiliki kabel di sepanjang jalan Raya Darmo sepanjang 4 km, artinya setiap operator harus membayar minimal Rp53 juta per tahun.
Jumlah yang harus dibayar operator akan jauh lebih tinggi lagi ketika mereka memiliki jaringan kabel di dua ruas jalan Raya Darmo atau memiliki jaringan di wilayah lain di kota Surabaya.
Pemkot Surabaya mengancam, jika tidak segera membayar sewa setelah mendapatkan surat peringatan ketiga akan diproses Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan jaringan yang dimiliki operator telekomunikasi akan ditertibkan atau diputus oleh SATPOL PP Pemkot Surabaya.
Sebagai informasi saat ini hampir semua operator sudah mendapatkan Surat Peringatan Pertama. Surat Peringatan Pertama sudah dilayangkan Pemkot Surabaya pada akhir Juli 2020 ke seluruh operator telekomunikasi. (*)