Surabaya (ANTARA) - Pakar Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo menilai penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan protokol kesehatan selama ini kurang efektif menahan laju COVID-19.
"Kurang efektifnya penerapan PSBB disebabkan tidak disiplinnya masyarakat dan longgarnya aturan tersebut," kata Suko di Surabaya, Senin.
Selama ini, lanjut Suko, para petugas lapangan (polisi, satpol, relawan) telah bekerja keras menghadapi masyarakat (situasi sosial yang rumit) dan tenaga medis telah habis-habisan bertarung menangangani pasien.
"Tetapi akan sia-sia apa yang petugas lapangan dan petugas medis lakukan, jika kebijakan PSBB dan protokol kesehatan tidak dijalankan secara komprehensif," ujarnya.
Selain itu, dia menilai kurang efektifnya PSBB dan protokol kesehatan karena selama ini kebijakan penanganan kurang memperhatikan prinsip sains (ilmu pengetahuan).
"Bukan saja ilmu kesehatan, tetapi juga ilmu pengetahuan lainnya seperti ilmu sosial, ilmu hukum, psikologi dan lain-lain. Pendek kata, kebijakan ini kurang menyertakan dasar ilmiah yang memadai," ucapnya.
Kalangan sains dan ilmuwan tidak dilibatkan secara penuh. Demikian juga, aktivis sosial yang punya pengalaman dalam menangani problem sosial tidak dilibatkan.
"Pemerintah cenderung sibuk dengan problem administratif, dan berselebrasi. Kebingungan mencari 'permisif' dan mencari pembenar secara sepihak," katanya.
"Kita semua harus belajar dan mengevaluasi bersama atas ketidak-efektifan penerapan kebijakan PSBB di berbagai daerah dan penerapan protokol kesehatan. Kita tak perlu malu untuk memperbaiki," ujarnya, menambahkan.
Suko mengatakan jika kondisi ingin cepat membaik, maka perlu pelibatan sungguh-sungguh elemen di luar pemerintahan. Demikian juga, kalangan politisi harusnya juga diminta memberi masukan berdasarkan aspirasi masyarakat.
"Jika pendekatan penanganan PSBB dan protokol kesehatan ini tidak segera dirubah, maka bisa diperkirakan hasilnya tidak maksimal," kata Suko. (*)