Jember (ANTARA) - Bupati Jember Faida melalui surat tertulis yang disampaikan kepada pimpinan DPRD Kabupaten Jember mengaku masih meragukan keabsahan panitia hak angket yang dibentuk oleh DPRD setempat.
"Mengenai hak angket yang saat ini sedang digunakan oleh DPRD Kabupaten Jember patut untuk dihormati karena telah diputuskan oleh DPRD. Namun, bukan berarti penggunaan hak angket itu tidak memungkinkan untuk dikritisi," kata Faida dalam surat tertulisnya kepada pimpinan dewan yang diterima ANTARA di Jember, Minggu.
Baca juga: Akhirnya, Bupati-Wabup Jember hadiri undangan Panitia Hak Angket DPRD
Bupati Jember Faida dan Wabup Jember A. Muqit Arief menghadiri undangan DPRD Kabupaten Jember, kemudian menyampaikan keterangan secara tertulis tentang beberapa kebijakan penyelenggaraan pemerintah daerah yang disoroti dewan dan menanggapi penggunaan hak angket DPRD kepada pimpinan DPRD pada hari Senin (20/1).
Dalam penjelasan surat tersebut, Faida menyampaikan lima poin catatan untuk mengkritisi penggunaan hak angket oleh Dewan, sementara Panitia Angket DPRD Kabupaten Jember sudah berjalan hampir sebulan.
Pertama, hak angket yang diputuskan pada rapat paripurna DPRD pada tanggal 27 Desember 2019 merupakan peningkatan dari hak interpelasi sebagai akibat tidak hadirnya bupati dalam rapat paripurna itu. Padahal, Bupati tidak pernah berniat untuk tidak hadir atau mangkir. Namun, karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara resmi melalui surat Bupati kepada DPRD setempat.
"Saya minta DPRD Jember untuk menjadwalkan ulang rapat paripurna sesudah 31 Desember 2019 dan permohonan ulang agenda rapat paripurna itu merupakan hal yang wajar dan pernah dilakukan sebelumnya," tuturnya.
Baca juga: Pakar: Panitia angket DPRD Jember bisa panggil paksa pejabat
Kedua, keputusan DPRD Jember pada rapat paripurna yang memilih tidak melanjutkan dan menyelesaikan penggunaan hak interpelasi, tetapi langsung beralih menggunakan hak angket bertentangan dengan maksud digunakannya hak interpelasi dan bertentangan dengan Pasal 72 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018.
"Alasan kepala daerah tidak hadir sehingga hak interpelasi berlanjut ke hak angket adalah alasan yang tidak berdasar hukum karena saya tidak pernah menyatakan tidak hadir, tetapi meminta penjadwalan ulang," katanya.
Ketiga, pengusulan hak angket harus disertai dokumen yang memuat sedikitnya dua hal, yakni materi kebijakan atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan karena syarat dan tata cara usul pelaksanaan angket sesuai dengan Pasal 73 PP No.12/2018 dan tata tertib dewan.
"Dokumen tersebut tidak pernah ada karena dalam rapat paripurna hanya berupa penjelasan lisan dari juru bicara panitia angket sehingga syarat itu tidak terpenuhi. Akibat hukumnya, hak angket yang digunakan DPRD Jember dinilai cacat formil," ujarnya.
Baca juga: Panitia Hak Angket DPRD Jember terima laporan amburadulnya birokrasi
Keempat, dari lima kebijakan yang akan diselidiki melalui hak angket, salah satunya adalah kebijakan Pemkab Jember lainnya yang memiliki dampak meluas kepada masyarakat yang akan ditentukan kemudian hari.
"Berdasarkan UU Pemda, PP 12/2018, dan Tatib DPRD Kabupaten Jember menyebutkan tidak ada norma yang memberikan kewenangan kepada panitia angket untuk menambahkan materi angket baru di luar keputusan dalam paripurna," katanya.
Kelima, keputusan DPRD Jember No. 25/2019 tentang Usul Hak Angket DPRD kepada Bupati Jember menggunakan dasar hukum UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) Pasar 371 dan Pasal 381.
"Penggunaan pasal itu tidak tepat karena kedua pasal tersebut sudah tidak berlaku lagi karena telah dicabut dengan Pasal 409 UU Pemda," ucap bupati perempuan pertama di Jember itu.
Sementara itu, juru bicara Panitia Angket DPRD Kabupaten Jember David Handoko Seto mengatakan bahwa surat tertulis yang disampaikan Bupati Jember tersebut dinilai tidak penting karena bupati masih meragukan keabsahan panitia hak angket, padahal menggunakan usulan hak angket dilindungi oleh undang-undang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dewan.