Kediri (ANTARA) - Tanaman bambu merupakan jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya. Tanaman ini mempunyai banyak tipe. Bahkan, pertumbuhannya relatif cukup cepat, tergantung dengan kondisi dan lingkungan tempat tanaman ini ditanam.
Bambu banyak dibudidayakan. Selain untuk komersial, tanaman ini juga baik untuk tanaman konservasi. Di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, beberapa lokasi yang menjadi tempat budi daya tanaman bambu adalah di areal Gunung Wilis (2.563 meter di atas permukaan laut).
Selain masyarakat, banyak juga perusahaan yang peduli dengan lingkungan. Salah satunya dari PT Gudang Garam Tbk. Melihat lingkungan yang tidak seimbang akibat eksploitasi dan pencemaran telah memperparah kondisi alam. Bahkan, saat ini bencana yang dipicu perubahan cuaca dan pemanasan global juga mulai menjadi isu yang ditakuti.
Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), PT Gudang Garam Tbk. berkontribusi pada pelestarian alam, sekaligus memberi nilai tambah ekonomi masyarakat. Salah satunya dengan penanaman pohon bambu di bagian timur lereng Gunung Wilis, wilayah Kabupaten Kediri.
Pada penanaman tahap pertama yang dilakukan 13 Februari 2016, PT Gudang Garam Tbk. bekerjasama dengan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri, KPH Nganjuk, dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kabupaten Kediri. Dengan program CSR ini menanam hingga 15.600 bibit bambu di lahan seluas 100 hektare tepatnya di Desa/Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri.
Tanaman bambu tersebut tersebar luas di wilayah KPH Kediri yang meliputi BKPH Kediri (3.640 pohon), BKPH Pace (3.640 pohon) dan BKPH Pare (3.640 pohon). Sedangkan sisanya ditanam di BKPH Berbek Nganjuk (4.680 pohon).
Program tersebut juga berlanjut pada tahap kedua tepatnya pada 9 Februari 2017. PT Gudang Garam Tbk. kembali melakukan penanaman bibit tanaman bambu sebanyak 79.498 bibit di lahan seluas 500 hektare di Dusun Klepu, Desa Parang, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri. Penanaman itu dilakukan bersama Perum Perhutani KPH Kediri dan LMDH. Tanaman bambu itu tersebar di kawasan BPKH Kediri (43.766 pohon), BKPH Pace (30.887 pohon), dan BKPH Pare (4.845 pohon).
Kepala Bagian Humas PT Gudang Garam Tbk. Iwhan Tricahyono mengungkapkan jenis bibit bambu yang ditanam adalah bambu petung (dendrocalamus asper). Tanaman ini dipilih karena kelebihan yang dimiliki. Selain ukuran lingkar batang yang besar mencapai 20 centimeter dengan konstruksi dinding tebal serta kokoh, bambu petung juga bisa tumbuh hingga ketinggian di atas 20 meter.
"Bambu juga merupakan tanaman konservasi dengan kemampuannya menjaga ekosistem air. Sistem perakaran bambu yang sangat rapat dan menyebar ke segala arah mampu menahan tanah dari erosi," katanya akhir pekan lalu.
Selain pelestarian lingkungan, program CSR Gudang Garam itu juga berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif kerajinan bambu masyarakat lereng Gunung Wilis. Memanfaatkan tanaman bambu yang ada, masyarakat diberi keterampilan memproduksi kerajinan bambu hingga berdaya jual tinggi.
Perajin bambu
Iwhan mengatakan pihaknya telah melakukan pemetaan terhadap para perajin bambu di Kabupaten Kediri. Mereka tersebar di Kecamatan Mojo, Tarokan, dan Banyakan, dengan jumlah perajin sementara sebanyak 31 orang. Mereka terdiri dari perajin di Desa Sukoanyar, Kecamatan Mojo (lima perajin), Desa Ngadi di Kecamatan Mojo (tiga perajin), Desa Blimbing di Kecamatan Tarokan (18 perajin), dan Desa Mayaran di Kecamatan Banyakan (lima perajin).
Kendati demikian, di sejumlah daerah lain juga banyak perajin bambu. Misalnya Mbah Mad, perajin bambu asal Dusun Babakan, Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Usianya sudah 76 tahun, tapi ia tetap bersemangat membuat kerajinan.
Mbah Mad sudah membuat kerajinan dari bahan baku bambu ini sejak 1965. Berbagai macam kerajinan dari bambu dibuatnya salah satunya tampah. Dengan dibantu anaknya, dalam sehari bisa membuat 20 unit tampah.
Bahan membuat kerajinan ini juga mudah didapat di sekitar tempat dirinya tinggal. Bambu awalnya dipotong menjadi beberapa bagian lalu dibentuk menjadi ring kemudian dipanaskan agar terlihat tua dengan uap tungku tradisional. Lalu bambu dirakit menjadi anyaman hingga dibentuk menjadi tampah.
Harga tampah juga cukup murah. Per unit hanya dihargai Rp5.500. Tampah-tampah itu dibeli tetangga dan dijual kembali seharga Rp7.500 per unit.
Iwhan mengungkapkan, selama ini para perajin dari bahan bambu itu memang masih menjalankan usaha mereka secara konvensional. Produk mereka masih berupa cagak bangunan, gedek (sesek), tusuk sate, tompo, cikrak, tampah hingga kurungan ayam. Itu pun diproduksi dalam jumlah terbatas karena keterbatasan biaya serta pemasaran. Kondisi ini berbanding terbalik dengan ketersediaan bahan baku bambu yang cukup melimpah.
Iwhan menyebut program CSR PT Gudang Garam Tbk. berkomitmen mengembangkan industri kerajinan bambu salah satunya di lereng Gunung Wilis, sekaligus merawat kelestarian alam.
Kendati masih sebatas pendataan masyarakat yang bergerak di kerajinan bambu, Gudang Garam berupaya membuat konsep tentang model pendampingan yang dinilai relevan. Hal itu dilakukan agar masyarakat termotivasi membuat produk menjadi lebih menarik, sehingga punya nilai jual lebih tinggi.
Gudang Garam juga telah melakukan kunjungan ke Bandung dengan jurnalis dari Kediri, tepatnya ke Dusun Bambu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat dan Saung Angklung Udjo di Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung, guna menyaksikan secara langsung pengelolaan ekowisata berbasis pelestarian lingkungan yang memberi nilai ekonomi masyarakat.
Dusun Bambu
Dusun Bambu adalah ekowanawisata pertama yang berada di Jalan Kolonel Masturi KM 11 Cisarua, Bandung Barat. Dengan ketinggian 1.500 mdpl, Dusun Bambu menyajikan lanskap menarik dengan udara dingin tapi sejuk, khas lingkungan di kaki pegunungan.
Dusun Bambu dibangun dari keprihatinan terhadap sebuah lahan di Bandung Barat yang tidak diperhatikan oleh petani setelah panen. Pada tahun 2008, beberapa pengusaha memiliki ide mengembalikan lahan yang memprihatikan tersebut untuk diperbaiki. Salah satunya dengan menjadikan lahan konservasi bambu.
Proses pengembalian lahan seluas 15 hektare agar hijau kembali ternyata tak mudah. Diperlukan sedikitnya 100.000 bibit tanaman bambu untuk menciptakan surga alam yang bisa dinikmati semua orang.
Usaha penghijauan Dusun Bambu memakan waktu lama, dari tahun 2008 hingga tahun 2011. Setelah vegetasi alam Dusun Bambu mulai pulih, dibangunlah beberapa bangunan dengan konsep hijau (green). Arsitektur harus berpikir keras untuk membangun sebuah bangunan yang dapat menyatu dengan alam, namun tetap memiliki nilai estetika tinggi. Hingga pada 16 Januari 2014, Dusun Bambu mampu bermetamorfosa menjadi ekowanawisata pertama di Jawa Barat dengan misi 6-E (edukasi, ekonomi, etnologi, etika, estetika dan entertainment).
Di Dusun Bambu, dipenuhi dengan bambu. Lokasinya menarik, sehingga menjadi salah satu tujuan wisata yang menjadi primadona.
Terdapat danau, pemandangan yang bagus, dan berbagai edukasi tentang bambu. Di tempat ini juga terdapat tempat kuliner dengan berbagai macam menu. Untuk outbond pun juga menjadi tempat yang menarik. Halaman yang luas serta dengan instruktur yang terlatih, menjadikan berbagai macam permainan menjadi menarik.
Ketua Yayasan Seniman Bambu di Dusun Bambu, Wawan Dandawan Margadipradja mengatakan tidak mudah awalnya mengenalkan tempat ini menjadi lokasi wisata yang menarik dikunjungi. Awalnya, segmen pasar lebih ke wisatawan asing, mengingat mereka menyukai alam, namun saat ini wisatawan dalam negeri pun juga tertarik.
Dibangun sejak 2013, hingga kini tempat ini menjadi salah satu lokasi jujugan wisatawan yang apik dikunjungi. Dengan tiket Rp30 ribu per orang, cukup terjangkau bagi wisatawan yang berkunjung.
Wawan mengatakan, jumlah kunjungan setiap tahun meningkat. Saat tahun baru, setidaknya 7-15 ribu orang berkunjung ke tempat ini setiap hari. Mereka menghabiskan waktu liburan dengan keluarga.
"Target kami spending money sekitar Rp100 ribu untuk makan dan minum (per orang)," ujar dia.
Ia juga sering berkunjung ke luar negeri menjadi tamu. Ia menjadikan bambu sebagai alat musik. Sederhana tapi unik. Bahkan, setelah pentas pun, banyak warga asing yang berminat membeli alat musik yang dibuatnya. Harga yang dipatoknya juga tidak murah. Apalagi dihargai dalam dollar AS.
Pria yang akrab disapa Abah Wawan ini juga mendorong masyarakat untuk cerdik memanfaatkan bambu. Selain sebagai kerajinan tangan, juga bisa menjadi alat musik yang mempunyai suara unik.
"Dari satu ruas bambu menjadi Rp4 juta kan tidak gampang. Jadi, ada nilainya. Jangan takut investasi," kata dia.
Saung Angklung Udjo (SAU) juga termasuk salah satu destinasi wisata yang dilengkapi tempat pertunjukan, pusat kerajinan tangan dari bambu, dan workshop instrumen musik dari bambu. Selain itu SAU juga menjadi laboratorium kependidikan dan pusat belajar kebudayaan Sunda, khususnya angklung.
Didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena dan istrinya Uum Sumiati, tempat ini dibangun untuk melestarikan seni tradisional Sunda. Tak heran jika suasana tempat ini begitu segar dikelilingi pohon-pohon bambu. Aneka kerajinan bambu dan interior bambu hingga alat musik bambu bisa dijumpai di Saung Angklung Udjo.
Kepala Bagian Humas PT Gudang Garam Tbk Iwhan Tricahyono mengatakan konsep yang diusung di Dusun Bambu maupun di Saung Angklung Udjo juga menarik. Bahkan, semua serba mungkin termasuk jika di Kabupaten Kediri nantinya juga terdapat seperti wisata di Dusun Bambu.
Namun, Iwhan menegaskan semua harus dikonsep dengan matang. Selain itu, investasi juga dimungkinkan tidak sedikit, sehingga harus benar-benar dimatangkan.
"Semua serba mungkin. Kediri sebenarnya kalau saya lihat ada potensi di lereng Gunung Wilis kalau dikembangkan lebih. Cuma yang seperti di Dusun Bambu itu perlu ide matang. Untuk investasi juga tidak sedikit," kata dia.
Kendati masih sebatas konsep, namun dirinya berharap warga memanfaatkan bambu untuk berbagai kerajinan. Masyarakat bisa bekerjasama dengan LMDH untuk memanfaatkan tanaman bambu yang sebelumnya telah ditanam dari hasil CSR PT Gudang Garam. (*)