Bogor (ANTARA) - Kepala Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Joeni Setijo Rahajoe mengatakan bahwa degradasi hutan dan lahan akibat alih fungsi lahan dan kebakaran mengancam kelestarian spesies endemik yang juga banyak hidup di luar hutan konservasi.
"Degradasi, perubahan lahan, paling banyak berpengaruh. Itu yang kita sangat prihatin terhadap keberadaan jenis endemik terutama wilayah yang harus kita segera conserve (lestarikan)," kata Joeni di sela Seminar Pengelolaan Keanekaraman Hayati Indonesia Mendukung Revolusi Industri 4.0 dan Sustainable Development Goals (SDGs) di Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Dia mengatakan, kebakaran hutan sangat berpotensi menyebabkan hilangnya spesies-spesies yang mungkin belum sempat ditemukan, spesies endemik, dan spesies yang dilindungi.
Pemulihan hutan atau lahan yang terbakar juga membutuhkan waktu. Setelah kebakaran, tumbuhan paku-pakuan paling tidak baru mulai muncul kembali dalam setahun dan kalau area itu kemudian terbakar lagi, maka tunas-tunasnya akan mati terbakar dan spesies tumbuhan itu bisa benar-benar hilang.
Pemulihan ekosistem hutan atau lahan gambut setelah kebakaran bisa lebih lama. Kalau sudah terbakar bara yang menyala di lahan gambut sangat susah dipadamkan, pemadamannya membutuhkan waktu lama.
Joeni mengatakan bahwa kebakaran hebat bisa menyebabkan 90 persen keanekaragaman hayati di wilayah terbakar hilang, biji-biji tanaman pun ikut hangus terbakar sehingga tidak ada bakal calon tanaman lagi.
Oleh karena itu dia menekankan pentingnya upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan.
Joeni mengemukakan perlunya pemetaan komprehensif keanekaragaman hayati serta eksplorasi dan penentuan spesies endemik di berbagai wilayah guna merumuskan kebijakan dan program konservasi.
Menurut dia, LIPI sedang menginventarisasi spesies endemik yang ada pulau-pulau di Indonesia untuk keperluan penentuan prioritas dalam upaya konservasi serta pelindungan puspa dan satwa.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 106 Tahun 2018, ada 904 jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Saat ini, ada sekitar 50 jenis pohon langka yang perlu ditentukan status konservasinya. (*)