Malang (ANTARA) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai bahwa adanya hukuman mati di Indonesia dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Koordinator KontraS Yati Andriyani mengatakan bahwa hukuman mati pada berbagai kasus yang ada di Indonesia dinilai tidak relevan, karena selain negara menjamin hak hidup atas masyarakatnya, juga ada beberapa catatan terkait proses pemidanaan tersangka.
"Negara sesungguhnya menjamin hak hidup atas masyarakatnya. Praktik hukuman mati sudah tidak lagi relevan diterapkan," kata Yati, dalam Simposium Peluncuran Laporan Lembaga Pemasyarakatan dan Kaitannya dengan Terpidana Mati di Indonesia, di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa.
Yati menjelaskan, kejahatan narkotika dan terorisme merupakan kejahatan yang harus kita kutuk dan tidak kita toleransi. Namun, dengan memberikan hukuman mati terhadap pelaku, ia menilai belum bisa menurunkan angka kejahatan yang ada.
Menurut Yati, pihaknya terus berupaya untuk memastikan hak-hak terpidana mati yang ada di Indonesia tetap mendapatkan hak mereka. Hal itu termasuk pada saat para terpidana berada di dalam lembaga pemasyarakatan.
Menurut Yati, saat ini negara-negara di dunia tengah menghapus praktik-praktik hukuman mati. Jika ada beberapa yang masih menetapkan hukuman mati tersebut, biasanya masih diberikan mekanisme pengawasan yang kuat.
"Kalau pun masih ada, mereka memiliki mekanisme safeguard. Seperti akses terhadap pengacara yang kuat, penerjemah, termasuk soal kesehatan," kata Yati pula.
Berdasarkan data dari KontraS, untuk di Indonesia, tindak pidana yang dijatuhi hukuman mati didominasi oleh kasus narkotika, dan pembunuhan. Tercatat, ada 188 tindak pidana narkotika yang dijatuhi hukuman mati, dan 73 lainnya pada kasus pembunuhan. Sedangkan kasus lainnya adalah perampokan, pencurian, terorisme, dan kesusilaan.
KontraS sebut hukuman mati di Indonesia sudah tidak relevan, begini alasannya
Selasa, 15 Oktober 2019 20:03 WIB