Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Perum Bulog Subdivre Tulungagung mengakui masih kesulitan melakukan serapan beras petani di empat kabupaten/kota yang wilayah kerjanya, akibat harga jual beras petani di pasaran lebih tinggi.
Sebagaimana diakui oleh Wakil Kepala Bulog Tulungagung Eryl Nurul Hilal, Jumat, hingga Oktober ini serapan beras atau gabah setara beras, lembaganya baru tercapai 12 ribu ton beras dari total target sepanjang 2019 sebesar 20 ribu ton atau barubl terealisasi sekitar 60 persen.
"Memang kami sedikit mengalami kendala (serapan) karena harga jual beras di pasaran lebih tinggi dibanding HPP (Harga Pembelian Pemerintah) yang ditetapkan Pemerintah, yakni Rp8.030 per kilogram," kata Aryl Nurul Hilal dikonfirmasi wartawan, Jumat.
Baca juga: Bulog Tulungagung: Penyaluran BPNT capai 70 persen
Saat ini harga jual beras di tingkat petani memang lebih tinggi dibanding HPP dengan fleksibilitas 10 persen yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp8.030 dari HPP awal sebesar Rp7.300 per kilogram.
Sementara harga jual beras di tingkat petani ke pedagang terus bergerak naik. Dari sebelumnya di kisaran Rp8.400 per kilogram, kini tembus Rp9.000 dengan volume yang sama untuk jenis beras medium.
"Harga memang ada di atas HPP. Jadi untuk yang sekarang untuk menggunakan skema komersil dan mengikuti pasar serta preferensi konsumen," katanya.
Dengan skema komersil itu, lanjut Eryl, Bulog berupaya untuk terus menambah serapan beras untuk jenis premium sebagai upaya memenuhi target total target serapan 20 ribu ton.
"Dua bulan ini akan kami optimalkan," katanya.
Stok beras di lima unit gudang Bulog Subdivre Tulungagung yang ada di Kabupaten Tulungagung, Blitar dan Trenggalek saat ino ada 17 ribuan ton. Jumlah itu rinciannya, sekitar 12 ribu ton hasil serapan pada tahun anggaran 2019, dan sisanya sebanyak 6 ribuan ton sisa cadangan hasil pengadaan 2018.
"Untuk itu Bulog saat ini aktif menyalurkan stok beras yang ada melalui program KPSH (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga) dengan harga jual Rp8.100 per kilogram untuk jenis beras medium. KPSH ini upaya Bulog menyetabilkan harga beras di pasaran," paparnya.
Kata Eryl, kegiatan KPSH ini dilakukan secara masif dan rutin ke sejumlah pasar tradisional dengam harapan harga beras, khususnya jenis medium, di pasaran yang sudah tembus Rp9 ribu per kilogram, bergerak turun. Demikian juga dengan harga beras jenis premium yang sudah melewati harga Rp10 ribu per kilogram, diharapkan juga berangsur turun melalui skema intervensi pasar Bulog di daerah-daerah.
Sayang, upaya itu sejauh ini belum optimal. KPSH yang dilakukan sebulan terakhir di Pasar Ngemplak, misalnya, tidak terlalu ramai diserbu konsumen. Stok beras yang dibawa Bulog juga beberapa kuintal saja.
Dampaknya, bisa dilihat, harga beras medium justru merangkak naik. Dari sebelumnya di kisaran Rp8.400 per kilogram, kini tembus Rp9.000. Di beberapa wilayah bahkan lebih.
Target serapan Bulog Tulungagung selama satu dasawarsa terakhir juga terus menurun.
Dulu, pada periode 2013-2014, target serapan beras Bulog Tulungagung sempat mencapai 80 ribu ton per tahun. Namun tahun-tahun berikutnya target serapan terus mengalami revisi.
Sempat diturunkan menjadi 50 ribu ton pada 2015, setahun berikutnya target sempat naik menjadi 56 ribu ton pada 2016, lalu naik lagi menjadi 58 ribu ton pada 2017.
Namun selama kurun tiga tahun anggaran itu, Bulog Tulungagung terus keteteran target serapan beras dengan skema HPP sesuai Inpres Nomor 5/2015 yang masih dipatok Rp7.300 per kilogram.
Dari setiap target serapan yang ditetapkan, hanya 45-60 persen mampu diserap.
Akibatnya pada dua tahun berikutnya target terus diturunkan, yakni pada 2018 sebesar 35.500 ton dan pada 2019 sebanyak 20 ribu ton.
Pemerintah juga merevisi ketentuan HPP dengan melakukan fleksibilitas harga pembelian pemerintah sebesar 20 persen untuk kategori serapan gabah petani.
Namun dua instrumen kebijakan itu rupanya masih belum menyelesaikan kendala perusahaan plat merah ini dalam melakukan serapan beras, bersaing dengan swasta maupun pialang beras di pasaran.
Bulog Tulungagung kesulitan serap beras petani
Jumat, 11 Oktober 2019 22:02 WIB