Probolinggo (ANTARA) - Air mata Rohena sesekali menetes di pipi ketika berbicara tentang kerusuhan di Wamena karena suaminya tercinta Sofyan menjadi salah satu korban yang meninggal dunia akibat konflik di tanah Papua tersebut.
Tidak hanya itu, harta bendanya juga telah habis terbakar akibat kerusuhan yang terjadi pada 23 September 2019, sehingga tidak satupun barang yang bisa dibawa nya untuk pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Saat konflik pecah, suami Rohena sedang berbelanja ke pasar untuk membeli kebutuhan warungnya yang baru tiga hari dibuka, namun Sofyan tak kunjung pulang setelah berjam-jam, bahkan rumah dan warungnya terbakar akibat aksi massa yang anarkis itu.
Ia panik dan kebingungan mencari suaminya tanpa membawa bekal apa pun karena semua harta bendanya telah terbakar. Kodim dan Polsek setempat menjadi tempat pertama yang dikunjungi untuk mencari keberadaan suaminya yang belum juga ditemukan.
Baca juga: Warga Kota Probolinggo enggan balik ke Wamena
Rohena akhirnya mendapat informasi dari teman suaminya yang mengabarkan bahwa suaminya telah meninggal dunia dan jenazahnya ada di rumah sakit.
Mendengar itu, ia seakan tidak percaya dan memberanikan diri untuk meminta petugas mengantar ke rumah sakit untuk mencari suaminya dan di sana. Rogena bertemu seorang dokter yang menyampaikan bahwa suaminya meninggal dunia.
"Setelah di rumah sakit, seorang dokter menunjukkan salah satu jenazah dan setelah saya lihat, itu benar-benar jenazah suami saya," katanya sambil sesekali menyeka air matanya.
Peristiwa tersebut membuatnya sangat terpukul dan harus kehilangan suaminya, sehingga ia memutuskan untuk membawa pulang jenazah suaminya ke kampung halamannya di Kabupaten Probolinggo untuk dimakamkan di sana.
Rohena mengaku masih trauma atas peristiwa kerusuhan tersebut dan tidak ingin kembali ke Wamena, meskipun saat ini kondisi di ibukota Jayawijaya tersebut sudah berangsur-angsur kondusif.
Seperti diketahui pada Senin (23/9) telah terjadi kerusuhan sosial di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, yang di duga dipicu kabar hoaks dugaan tindakan berbau rasis yang dilakukan oleh oknum guru ke muridnya.
Akibat kerusuhan tersebut, menyebabkan jatuhnya korban meninggal dunia, perusakan serta pembakaran kendaraan bermotor dan bangunan milik pemerintah maupun warga sipil. Hal ini menyebabkan warga mengungsi di beberapa titik.
Peristiwa ini menyebabkan 32 jiwa melayang, 9.240 orang mengungsi, 77 luka-luka, 224 mobil dan 150 motor terbakar, 165 rumah rusak karena terbakar, 20 unit perkantoran rusak, 465 unit tempat usaha warga rusak, serta jumlah pengungsi hingga 1 Oktober sebanyak 6.112 orang.
Traumatik atas kejadian di Wamena juga dialami oleh sejumlah warga Kota Probolinggo yang mengaku enggan kembali menjadi perantau di sana karena harta bendanya habis terbakar akibat kerusuhan itu.
Baca juga: Alami trauma, Wali Kota Probolinggo sambangi warga terdampak kerusuhan Wamena
Nur Faizin, salah satu perantau di Wamena asal Kota Probolinggo yang dipulangkan dengan pesawat Hercules milik TNI AU, juga masih enggan untuk kembali ke Papua karena kerusuhan yang terjadi menyebabkan fasilitas umum hingga rumah hangus terbakar.
Ia mengaku masih trauma atas kejadian tersebut dan memutuskan untuk tinggal di Kota Probolinggo dengan pekerjaan seadanya, meskipun sudah 1,5 tahun bekerja di Wamena dengan pekerjaan sebagai tukang ojek.
Para perantau itu menyaksikan kerusuhan yang terjadi begitu mengerikan dan keselamatannya terancam, sehingga memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya dan hingga kini masih mengalami trauma.
Penanganan dan bantuan
Wali Kota Probolinggo Hadi Zainal Abidin melakukan pendataan terhadap warganya yang berdatangan dari Wamena dan menyadari bahwa mereka sangat membutuhkan penanganan medis dan psikologis untuk menyembuhkan trauma akibat kerusuhan tersebut.
"Mereka datang dengan rasa trauma, sehingga Pemkot Probolinggo akan memantau langsung kondisi mereka dan memberikan dukungan moral, agar segera beraktivitas kembali," katanya.
Pemerintah Kota Probolinggo akan menugaskan tim medis dari puskesmas setempat untuk memeriksa kesehatan warga yang terdampak kerusuhan di Wamena secara kontinu dan melakukan pendataan.
Dia mengimbau warga perantau di Wamena yang tiba di Kota Probolinggo diharapkan tenang dan hindari tekanan psikis meski pulang ke kampung halamannya tanpa membawa harta benda, serta ada keluarganya yang menjadi korban kerusuhan itu.
Baca juga: Pemkot Probolinggo buka posko pengaduan warganya merantau di Wamena
Pemkot Probolinggo juga sudah membuka posko pengaduan untuk mendeteksi keberadaan warga kota setempat yang berada di Wamena, Papua. Berdasarkan data yang masuk di masing-masing kelurahan dan kecamatan tercatat sedikitnya 200 warga Kota Probolinggo yang merantau di Papua dan sebagian masih berada di Wamena.
Untuk meringankan beban penderitaan korban kerusuhan Wamena, Wali Kota Habib Hadi juga memberikan tali asih berupa bahan pokok kepada warga Kota Probolinggo yang pulang dari Wamena.
Tidak hanya pemerintah daerah, Aksi Cepat Tanggap (ACT) juga memberikan santunan kepada keluarga korban kerusuhan Wamena yang sudah dipulangkan di Kabupaten Probolinggo.
Tim Program ACT Jember Dani Ardissa mengatakan memberikan santunan yang dihimpun dari masyarakat untuk disalurkan kepada keluarga korban kerusuhan Wamena untuk membantu meringankan duka bagi keluarga yang ditinggalkan.
ACT juga mendirikan posko kemanusiaan dan crisis center di berbagai daerah untuk korban kerusuhan di Wamena dan membantu memulangkan warga perantau ke kampung halamannya.