Surabaya (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur mencatat pada September 2019 wilayah setempat mengalami deflasi sebesar 0,07 persen yang dipicu penurunan harga di sejumlah komoditas, dengan deflasi tertinggi di Jember sebesar 0,29 persen, sedangkan terendah di Surabaya 0,02 persen.
Kepala BPS Jatim, Teguh Purnomo di Surabaya, Selasa mengatakan, pada September 2019 dari tujuh kelompok pengeluaran yang disurvei lima di antaranya mengalami inflasi dan dua kelompok mengalami deflasi.
"Untuk inflasi tertinggi terjadi pada kelompok sandang sebesar 0,68 persen, sedangkan yang mengalami deflasi adalah kelompok bahan makanan sebesar 1,11 persen," kata Teguh.
Ia mengatakan, tiga komoditas utama penyumbang deflasi Jatim masing-masing daging ayam ras, bawang merah, dan telur ayam ras. "Harga daging ayam ras kembali mengalami penurunan akibat banyaknya pasokan di pasar, sementara tidak terjadi kenaikan permintaan," katanya.
Selain tiga komoditas utama itu, penyumbang deflasi juga berasal dari cabai rawit, cabai merah, bawang putih, pir, kacang panjang, tarif angkutan udara dan terong panjang.
Sementara itu, kenaikan terjadi pada biaya akademi/perguruan tinggi, harga emas perhiasan, dan beras.
"Biaya akademi tinggi yang dibayarkan pada tahun ajaran baru menjadi faktor utama penghambat deflasi karena mengalami kenaikan dibandingkan pada bulan sebelumnya. Sementara emas perhiasan masih mengalami kenaikan walaupun tidak setinggi bulan sebelumnya," katanya.
Kenaikan harga beras disebabkan berkurangnya produksi akibat kemarau panjang.
"Sementara itu, apabila dilakukan pengamatan terhadap sepuluh komoditas yang menjadi penyumbang utama terjadinya deflasi di masing-masing kota IHK di Jawa Timur, komoditas daging ayam ras, bawang merah, telur ayam ras, cabai rawit, dan cabai merah menjadi penyumbang utama terjadinya deflasi di semua kota IHK di Jawa Timur," katanya.