Surabaya (ANTARA) - Pemilik pasar buah di Jalan Tanjungsari 77 Kota Surabaya, Jawa Timur, melaporkan rencana penyegelan pasar buah yang akan dilakukan Pemerintah Kota Surabaya ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia di Jakarta.
Rencana penyegelan itu atas dasar adanya perubahan perizinan dari gudang menjadi pasar. "Jumat (2/8) lalu, saya bersama pengacara telah melaporkan persoalan ini ke Komnas HM," kata pemilik usaha pasar buah Tanjungsari 77, Ismail di Surabaya, Senin.
Selain lapor ke Komnas HAM, pihaknya juga lapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lapor.go.id yang tembusannya ke Ombudsman RI.
Selain itu, pihaknya juga sudah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya dengan nomor registrasi 103/GPTUN Surabaya.
"Kita berharap dapat memfasilitasi persoalan yang ada di daerah terkait kewenangan yang melebihi batas," katanya.
Ismail menjelaskan adanya pelaporan tersebut berawal dari surat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Surabaya bernomor 503/2734/436/2019 tentang pemberitahuan sanksi teguran tertulis terhadap kegiatan usaha PT Maju Terus Kawan di Jalan Tanjungsari Nomor 77.
Surat tersebut menyebut bahwa PT Maju Terus Kawan melanggar perubahan kegiatan/usaha yang semula gedung penyimpanan terhadap buah menjadi pasar buah tanpa dilengkapi izin lingkungan.
Hal ini melanggar pasal 9 ayat 1 dan pasal 11 ayat 1 Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 74 Tahun 2016 tentang izin lingkungan. Dengan demikian, Satpol PP akan melaksanakan penyegelan pada 25 Juli 2019.
Namun rencana penyegelan tersebut berganti rapat koordinasi antara Pemkot Surabaya, Polres Pelabuhan Tanjung Perak dan pemilik usaha Pasar Buah Tanjungsari. "Dalam rapat koordinasi tersebut hanya penyampaian rencana penyegelan," ujarnya.
Setelah itu, kata dia, muncul Nota Dinas dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak bernomer B/ND-223/VII/PAM.3.3/2019/2019/Bagops perihal permintaan personel untuk rencana penyegelan/penutupan pasar buah Tanjungsari oleh Satpol PP yang akan dilaksanakan pada Selasa (6/8).
"Kami akan tetap mempertahan kan lokasi agar tidak disegel karena semua yang dianggap pelanggaran sudah dibenahi. Bangunan yang berdiri di atas lahan pemerintah sudah dilakukan pembongkaran, proses perdagangan dilokasi sudah tidak ada dan semua dikembalikan sesuai dengan perizinannya yang terbit," katanya.
Ia menjelaskan bahwa pedagang Pasar Buah Tanjungsari adalah mantan pedagang Pasar Buah Peneleh yang digusur pada 2010 karena dipaksa masuk ke pasar induk yang dibangun swasta. Para pedagang menolak pindah karena lokasinya cukup jauh dan membuat pasar sendiri.
Sejak 2015 adanya Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional, pihaknya membuat pasar nama Pasar Buah Tanjungsari di Jalan Tanjungsari 47 Surabaya dan mengantongi izin sebagai pasar kawasan.
"Ratusan pasar rakyat di Surabaya tidak memiliki izin, tapi kami kemudian mengajukan perubahan izin menjadi pasar khusus karena selama ini yang berkembang hanya perdagangan buah," katanya.
Pada 2017, pihaknya mencoba untuk berkembang dan menyewa lahan untuk membuat pasar baru di Jalan Tanjungsari 77.
Namun setiap pihaknya mengajukan izin untuk pasar tidak pernah diterima untuk diproses. "Padahal kami sudah menyewa lahan Rp1,2 miliar pertahun," katanya.
Untuk menyiasati agar IMB dan perizinan lain keluar dan bisa membangun, pihaknya kemudian mengubah perizinan menjadi gudang dengan harapan nantinya bisa dirubah menjadi pasar.
Proses perizinan berjalan walaupun prosesnya panjang dan butuh waktu lama.
"Kami harus menanda tangani pernyataan tidak akan membangun pasar di kawasan tersebut. Juni 2019 dengan nekad kami membuka pasar setelah memiliki IMB, Izin lingkungan, Amdal Lalin dan lainnya," katanya.
Hanya saja selama Juli 2019 pihaknya berkali-kali mendapat surat Pemkot Surabaya melalui Satpol PP akan menyegel lokasi Pasar Tanjungsari. Selama itu tidak pernah ada proses mediasi atau pembinaan apalagi pemberdayaan kepada pihak pengelola.
"Kami bersama dua adik kami yang usianya tergolong masih muda terus berupaya agar pasar buah menjadi lebih baik. Kami bermimpi mewujudkan Pasar Buah Tanjungsari sebagai pasar ber-SNI," katanya.
Dia berharap masalah ini mendapat perhatian serius karena ada upaya menghambat upaya untuk berusaha. "Hal ini juga tidak sejalan dengan amanah Perpres 91 Tahun 2019 tentang Percepatan Berusaha," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya Eko Agus Supiadi membenarkan adanya rencana penyegalan tersebut. Menurutnya, penyegelan tersebut dilakukan karena pasar buah tersebut dianggap menyala aturan perizinan.
"Izin lingkungannya gudang bukan untuk pasar rakyat," katanya singkat.