Surabaya (ANTARA) - Komite Independen Pemantau Pemilu Jawa Timur menilai keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menggelar sidang pengaduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ketua dan empat anggota Bawaslu Surabaya di KPU Jatim pada Jumat (24/5) sudah tepat.
"Ketika suatu laporan pelanggaran etik maju dalam persidangan, hal ini membuktikan bahwa laporan tersebut sudah memenuhi syarat formil dan materiil," kata Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jawa Timur, Novli Thyssen di Surabaya, Senin.
Menurut dia, dalam sidang etik ini dapat ditelusuri apakah terlapor akan terbukti melakukan pelanggaran substansial yang berkaitan dengan adanya keberpihakan atau tidak netral, tidak cermat, dan tidak profesional.
Selain itu, lanjut dia, akibat dari kebijakan yang dikeluarkan terlapor juga dapat diperdalam sejauh mana telah merugikan pihak-pihak tertentu khususnya peserta pemilu. Tinggal sekarang bagaimana pelapor bisa menyakinkan kepada majelis hakim dengan alat bukti dan saksi dalam persidangan.
"Tindakan Bawaslu Surabaya sebagai terlapor sebagaimana tertera dalam laporan DKPP tersebut menurut saya sudah masuk dalam kategori pelanggaran substansial yang sangat berat," ujarnya
Adapun pelanggaran substansial yang dimaksud, kata dia, yang pertama menyangkut ketidakcermatan dan ketidakprofesionalan Bawaslu Surabaya dalam mengeluarkan rekomendasi dengan Nomor 436/K38/PM.05.02/IV/2019 Tentang Rekomendasi Rekapitulasi Ulang di PPK dan Penghitungan Suara Ulang untuk TPS yang mana tentu merugikan banyak pihak, khususnya merugikan partai pelapor.
"Kita patut bersyukur tidak sampai ada petugas penyelenggara pemilu, baik PPK maupun panwascam yang meninggal dalam menjalankan tugasnya akibat menjalankan rekomendasi ceroboh yang dikeluarkan oleh Bawaslu Surabaya dalam penghitungan ulang seluruh TPS di Surabaya," ujarnya.
Kedua, terdapat indikasi ketidaknetralan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu yang mengedepankan kepentingan caleg tertentu untuk pemenangan Pileg 2019 di Kota Surabaya. Harusnya, lanjut dia, keberadaan Bawaslu Surabaya sebagai wasit dalam sebuah kompetisi pemilu bersikap netral bagi semua peserta pemilu, ada 16 partai politik dan ribuan caleg yang berkompetisi dalam Pemilihan Umum serentak 2019 di Surabaya, yang kesemuanya haruslah disetarakan perlakuannya secara adil.
Atas tindakan ketidaknetralan Bawaslu Surabaya untuk memenangkan salah satu caleg dalam kompetisi Pileg 2019 tersebut tentu saja sangat merugikan 16 partai politik dan ribuan caleg yang berkompetisi, juga mencoreng dan menodai nama baik Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu yang berintegritas.
"Anggota Bawaslu Surabaya tersebut tidak layak untuk mengemban tugas mulia atas kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat Surabaya untuk mengawal demokrasi elektoral di Surabaya," ujarnya.
Jika dalam persidangan nanti terbukti pelanggarannya, lanjut dia, maka tidak menutup kemungkinan para anggota Bawaslu Surabaya diberikan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat karena pelanggarannya tergolong pelanggaran substansial yang berat sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP RI Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Diketahui DKPP RI akan menggelar sidang pengaduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilayangkan Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya Whisnu Sakti Buana terhadap ketua dan empat anggota Bawaslu setempat di ruang sidang KPU Jatim di Surabaya pada Jumat (24/5).
Surat panggilan sidang perdana dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI tersebut bernomor Nomor 2163/DKPP/SJ/PP.00/V/2019 berdasarkan pengaduan dari Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana yang dikuasakan kepada Anas Karno ke DKPP pada 24 April 2-19.
Koordinator Divisi Hukum Data dan Informasi, Komisioner Bawaslu Surabaya Yaqub Baliyya mengatakan pihaknya pihaknya menghormati segala keputusan DKPP terkait sidang dugaan pelanggaran kode etik itu.
"DKPP merupakan saluran yang tepat dan konstitusional bagi warga negara apabila terjadi ketidakpuasan terhadap sikap dan kebijakan penyelenggara pemilu. Kita menghormati pilihan warga negara tersebut," katanya.