Kediri (Antaranews Jatim) - Bupati Blitar Rijanto membantah dirinya dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul beredar surat pemanggilan terhadap dirinya beredar luas di jejaring sosial.
"Setelah diklarifikasi pemanggilan untuk saya itu tidak ada. Di surat yang beredar ada beberapa poin di antaranya termasuk penyidikan kasus siapa, terus masalah nomor surat, kami juga heran," kata Bupati Rijanto, di Blitar, Sabtu.
Ia mengaku kaget dengan beredar surat pemanggilan dari KPK terhadap Bupati Blitar. Selain janggal, dia juga tidak mengetahui dengan persis perkara yang ditangani, sehingga ada surat tersebut.
Dia menduga, surat itu hoaks atau palsu. Selain ada bantahan dari KPK, di surat itu juga tidak seperti surat resmi yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut.
Ia juga merasa terganggu dengan beredar surat itu.
Namun, dirinya masih koordinasi dengan berbagai pihak terkait menanggapi berita hoaks tentang pemanggilan dirinya oleh KPK tersebut. Ia juga berharap, masyarakat tidak percaya begitu saja dengan kabar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu.
"Setelah mendengar, melihat, membaca saya kembalikan lagi apakah berita itu bohong atau tidak. Namun, yang jelas saya ragu," kata dia.
Informasi surat pemanggilan oleh KPK terhadap Bupati Blitar Rijanto menjadi viral di jejaring sosial yang diunggah oleh sebuah akun. Bahkan, hanya dalam waktu satu hari, surat pemanggilan yang diunggah oleh sebuah akun tersebut dilihat hingga lebih dari 1.000 kali.
Dalam unggahan tersebut, tertulis bahwa Bupati Blitar akan dipanggil penyidik KPK ke Jakarta pada Senin (15/10).
Namun, hingga kini masih belum ada informasi lebih lanjut kebenaran dari surat tersebut.
Pemerintah Kabupaten Blitar mengakui telah menerima surat yang mengatasnamakan KPK. Namun pemerintah kabupaten juga ingin memastikan keaslian surat itu, sehingga langsung konfirmasi ke KPK.
Mohammad Trijanto mengakui dirinya yang mengunduh informasi Bupati Blitar akan dipanggil penyidik KPK, pada Senin (15/10). Hal itu dilakukannya, setelah ada informasi dari seorang pegawai negeri sipil (PNS) mengaku resah karena mendapatkan surat yang katanya dari KPK.
"Teman saya itu bercerita tiba-tiba ada surat di ruang kerjanya, tanpa diketahui kurirnya. Saya lihat dia nampak stres, karena dia bilang mendapatkan panggilan KPK. Itu juga sama Bupati. Dia lemas, tidak bisa makan enak, begitu juga Bupati," katanya pula.
Ia mengatakan pada rekannya itu bahwa jika benar dipangggil KPK agar datang, termasuk memberikan apa (berkas) yang diminta. Dirinya juga meminta agar tidak ada yang dikurangi saat dimintai penjelasan.
"Saya katakan, kalau benar itu dari KPK, datangi saja, apa yang diminta kasihkan. Kalau ditanya KPK bicara apa adanya, jangan ditambahi dan dikurangi," ujar Trijanto.
Dirinya juga tidak berniat menebar resah dengan mengunduh informasi itu, melainkan ikut mendesak agar aparat berwenang juga menyelidiki pihak yang membuat resah dengan surat yang ternyata hoaks tersebut. Hal itu bisa dimulai dengan memerika kamera pengintai di kantor bersangkutan.
"Saya hanya ingin tahu reaksi, saya curiga, tanpa ada kronologis yang rasional sebelumnya. Kami meminta agar polisi juga mengejar yang memasukkan surat, kenapa membuat keresahan. Kalau hoaks, kasus penganiayaan Ratna Sarumpaet bisa (ditangani dan diproses), kami yakin tim cyber Polri bisa ungkap pelakunya," kata dia lagi. (*)