Sampang (Antaranews Jatim) - Unjuk rasa menuntut pilkada ulang di Kabupaten Sampang, Jawa Timur ke kantor Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berlangsung ricuh, Senin, menyebabkan dua orang luka-luka.
Kedua orang terluka itu dari aparat kepolisian, dan seorang lagi dari massa pengunjuk rasa.
"Kalau dari anggota kami yang terluka adalah Bripda Viman Rohmantika Irwansyah dan saat ini telah dilarikan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sampang," ujar Kapolres Sampang AKBP Budi Wardiman, Senin sore.
Sedangkan dari pihak pengunjuk rasa belum diketahui namanya, namun sudah teridentivikasi petugas.
Kericuhan saat aksi ribuan orang menuntut pilkada ulang di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur saat massa pengunjuk rasa menggelar aksi di kantor Panwaslu di Jalan Rajawali Sampang.
Saat itu, massa berupaya masuk ke kantor Panwaslu dan mendekat petugas yang melakukan balikade pengamanan di depan kantor Panwaslu.
Aksi saling dorong antara massa pengunjuk rasa dengan petugas tidak terhindarkan, sehingga polisi terpaksa melepas tembakan air matta untuk membubarkan massa.
"Kami belum mengetahui secara pasti, apa yang menyebabkan anggota kami harus mengalami luka. Demikian juga dengan massa yang berunjuk rasa itu. Nanti kami sediliki," ujar kapolres.
Tuntutan Pengunjuk Rasa
Saat berunjuk rasa di kantor Panwaslu Sampang ini, massa pengunjuk rasa menuntut agar Bawaslu Jatim memecat semua komisioner Panwaslu Sampang karena dinilai tidak netral dan membiarkan terjadinya pelanggaran saat proses pemungutan suara berlangsung di sejumlah tempat pemungutan suara di Kabupaten Sampang.
Sedangkan di kantor KPU, massa menuntut agar penyelenggara pemilu di tingkat kabupaten itu, menggelar pilkada ulang, karena banyaknya kecurangan yang terjadi selama ini.
Korlap aksi Rolis mengatakan, aksi itu sengaja digelar karena proses pelaksanaan Pilkada Sampang banyak kecurangan dan pelanggaran yang dinilai telah mencederai proses demokrasi.
Ia mencontohkan seperti adanya data ganda pemilih dan adanya orang yang meninggal dunia tetap masuk dalam dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Selain itu, banyaknya formulir C6 atau pemberitahuan memilih tetap tidak diedaran sehingga dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu.
"Dan masih banyak pelanggaran yang terjadi lainnya, termasuk intimidasi baik kepada pemilih maupun saksi di beberapa TPS sehingga banyak saksi `Mantap` tidak mendapatkan haknya berupa C1, maka dari itu penyelenggara pemilu dan pengawas harus bertanggungjawab," ujar Rolis.
Selain itu, ia jugamenyebut bahwa kasus kecurangan yakni inkonsistensi keputusan Panwaslu Sampang pada tanggal 7 Juli 2018. Seperti keputusan mengajukan permohonan pembukaan kotak suara untuk mendapatkan kepastian C7 kepada KPU Kabupaten Sampang guna bahan penyidikan serta uji material.
Akan tetapi, sambung dia, keputusan tersebut tiba-tiba dianulir tanpa ada tindakan lebih lanjut dengan mengeluarkan keputusan baru dalam waktu singkat yang menyatakan seluruh pengaduan dari Tim Pemenangan "Mantap" tidak mengandung unsur pelanggaran dan dianggap tidak cukup dua alat bukti.
"Keputusan inkonsistensi itu, jelas menyebabkan Panwaslu melanggar keputusannya sendiri dan menyalahgunakan kewenangannya," ujarnya, menjelaskan.
Oleh karenanya, sambung Rolis, pihaknya menuntut agar Komisioner Panwaslu Sampang mundur, dan akan dilaporkan ke Bawaslu Jatim maupun Bawaslu RI.
"Kami, mendesak kepada Bawaslu untuk segera mencabut keputusan Panwaslu Sampang yang cacat hukum selambatnya 3x24 jam sejak tanggal 9 Juli 2018 ini," ucap Rolis.
Kemudian, massa pendukung tim "Mantap" ini meminta kasus pelanggaran yang terjadi di Kabupaten Sampang diambil alih oleh Bawaslu Jatim dan Bawaslu RI. Meminta KPU Kabupaten Sampang bertanggung jawab atas masih munculnya DPT ganda dan orang meninggal yang belum tercoret dan dimanfaatkan oleh pihak tertentu.
Massa pengunjuk rasa ini juga meminta agar KPU Sampang profesional dan bertanggung jawab terhadap kekacauan pelaksanaan Pilkada Sampang dan meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang untuk ikut terlibat dalam menyelesaikan sengketa Pilkada Sampang 2018 yang telah diciderai oleh praktek kecurangan sistemis.
"Jika tuntutan ini tidak di tindak lanjuti secara profesional dalam waktu cepat, maka kami akan melakukan aksi dengan kekuatan dan dukungan yang lebih besar," katanya, menegaskan.
Secara terpisah, anggota Panwaslu Sampang Insiyatun menyatakan, Panwaslu Sampang sudah bekerja proseduran, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kasus dugaan pelanggaran yang terjadi sepanjang tahapan pelaksanaan pilkada akan diproses, apabila memenuhi unsur, yakni minimal dua alat bukti.
"Patokan kami disana. Selama tidak memenuhi unsur, tidak mungkin kami bisa memproses setiap adanya laporan dugaan pelanggaran," katanya.
Jika, sambung dia, Panwaslu mengusut kasus yang tidak memenuhi unsur, yakni tidak cukup dua alat bukti, maka Panwaslu juga akan disanksi oleh Bawaslu.
"Dan setiap ada temuan dan laporan dugaan pelanggaran, selalu kami konsultasikan dengan Bawaslu," ujar Insiyatun, menjelaskan. (*)