Jakarta (Antaranews Jatim) - Sidang kasus sengketa lahan SMAK Dago yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat kembali tersendat karena tanpa kehadiran terdakwa utama Edward Soeryadjaya.
Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Toga Napitupulu itu mundur dua jam dari jadwal sidang yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan keterangan yang diterima, di Jakarta, Kamis, tiga orang telah ditetapkan sebagai terdakwa yaitu Edward Soeryadjaya, Maria Goretti Pattlwael, dan Gustav Pattipeilohy. Dari tiga terdakwa itu, hanya Gustav Pattipeilohy yang hadir.
Beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada terdakwa oleh penasihat hukum maupun jaksa penuntut umum dijawab "tidak tahu" oleh terdakwa.
Dalam persidangan, keluhan pihak Yayasan Badan Pembina Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (YBPSMKJB) atau SMAK Dago masih sama, yaitu terkait terdakwa Edward Soeryadjaya yang tidak hadir dalam sidang.
"Sudah belasan kali sidang ES tidak hadir. Sampai yang terakhir keluar penetapan sakit, sehingga yang bisa dihadirkan hanya Gustav Pattipeilohy," ujar penasihat hukum SMAK Dago Benny Wulur.
Berdasarkan keterangan dokter RSUD Tarakan Jakarta serta Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Edward harusnya bisa dihadirkan di persidangan asal didampingi ahli medis.
Kasus yang menjerat Edward bermula pada 2011 ketika Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) yang mengaku sebagai kelanjutan atau penerus dari Perkumpulan Belanda Het Christelijk Lyceum (HCL). Pada zaman penjajahan Belanda dulu, perkumpulan ini adalah pemilik lahan SMA Kristen Dago di Jalan Ir H Djuanda Nomor 93 Kota Bandung.
Setelah aset bekas Belanda dinasionalisasi, termasuk SMAK Dago, maka lahan tersebut menjadi milik negara. Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (BPSMK-JB) mengklaim telah membeli lahan dari negara secara resmi. Lahan SMAK Dago ditempati sejak 1952 hingga sekarang.
Yayasan lalu mengajukan permohonan sertifikat tanah atas lahan itu. Sertifikat tanah pun terbit atas nama Yayasan. PLK lalu mengajukan gugatan pembatalan sertifikat tanah atas nama Yayasan BPSMK-JB ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Versi PLK, Yayasan menyewa lahan dari pihaknya sejak 1974. Hingga masa sewa berakhir, Yayasan tidak mengembalikan maupun mengosongkan lahan itu. Untuk membatalkan sertifikat tanah atas nama Yayasan itu, PLK menggunakan alat bukti Akta Notaris Resnizar Anasrul SH MH Nomor 3 tanggal 18 November 2005.
Belakangan, terkuak pengurus PLK memberikan keterangan palsu pada akta notaris itu. Polisi pun menetapkan pengurus PLK Edward, Maria, dan Gustav sebagai tersangka.(*)
