Pamekasan (Antara Jatim) - Kantor Imigrasi Pamekasan menangguhkan sebanyak 484 perpomohonan paspor bagi calon tenaga kerja asal Pulau Garam itu yang hendak berangkat menjadi Tenaga Kerja Indonesia secara ilegal selama 2017.
"Perinciannya, pemohon paspor laki-laki sebanyak 270 orang dan pemohon perempuan 204 orang," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas III Pamekasan, Jawa Timur Usman di Pamekasan, Rabu.
Usman menjelaskan, penangguhan penerbitan paspor itu dilakukan atas kerja dengan Pemkab di empat kabupaten di Pulau Madura, yakni Pemkab Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Pemkab Bangkalan.
Pihak kantor Imigrasi, sambung dia, telah membuat kesepakatan dengan pemkab di Madura, untuk menekan banyaknya warga Madura bekerja di luar negara melalui jalur ilegal.
Sementara itu, berdasarkan data yang dirilis Pemkab Pamekasan belum lama ini menyebutkan, jumlah tenaga kerja indonesia (TKI) resmi atau legal asal Kabupaten Pamekasan, Madura, yang bekerja ke luar negeri tak sebanding dengan banyaknya TKI yang berangkat melalui jalur tidak resmi atau ilegal.
Jika selama 2014, jumlah TKI legal yang diberangkatkan dari Pamekasan sebanyak 43 orang, namun TKI ilegal yang dipulangkan paksa (dideportasi) Pemerintah Malaysia, rata-rata pertahun, termasuk 2014, mencapai angka 1.600-an orang.
"Jumlah TKI legal dari Pamekasan berjumlah 43 orang selama 2014, sementara TKI ilegal yang dipulangkan dari tempat kerja di luar negeri pada tahun yang sama berjumlah 1.600-an orang. Ini berarti, jumlah TKI ilegal jauh lebih banyak daripada TKI legal,” ujar Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Pemkab Pamekasan Arief Handayani.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa banyaknya warga Pamekasan yang berangkat ke luar negeri secara ilegal sulit dibendung. Pada 2015 saja, tidak ada seorang pun warga Pamekasan yang masuk data sebagai TKI legal, meskipun fakta lapangan, jumlah warga yang berangka ke luar negeri, khususnya Malaysia mencapai ratusan orang.
Arief mengaku tidak sanggup mengendalikan kemauan keras para TKI yang berangkat melalui jalur ilegal. Mereka melakukan berbagai upaya, termasuk dengan mengumpulkan para perantara (tekong) dan meminta bantuan para ulama (kiai).
"Kami sampai terkesan kehabisan cara untuk meminimalisir keberangkatan TKI ilegal. Sudah banyak kali kami lakukan pembinaan, penyuluhan dan bimbingan, bahkan dengan mengundang dan mendatangi para tekong, yang umumnya berasal dari warga lingkungan mereka (calon TKI ilegal) itu sendiri. Para tekong itu justru tidak mengakui profesinya sebagai perantara perekrut calon TKI ilegal. Tahu-tahu, belasan orang berangkat,” kata Arief.
Oleh karena itu, sambung dia, salah satu upaya yang dilakukan Pemkab Pamekasan, termasuk tiga pemkab lain di Madura, yakni Pemkab Sampang, Sumenep dan Pemkab Bangkalan adalah bekerja sama dengan kantor Imigrasi. (*)