Malang (Antara Jatim) - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) meminta pemerintah menghapus ketentuan terkait Sertifikat Layak Fungsi (SLF) bagi rumah tapak, terutama rumah bersubsidi, karena berdampak pada ekonomi biaya tinggi.
Ketua Umum DPP Apersi Junaidi Abdillah di Malang , Kamis mengatakan ketentuan wajib SLF tersebut untuk gedung bertingkat, bukan rumah tapak, apalagi rumah bersubsidi. "Ketentuan SLF ini akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan itu membebani pengembang," katanya pada pembukaan Musda V DPD Apersi Jatim 2017 di Malang.
Menurut dia, ketentuan SLF tersebut menyebabkan rantai birokrasi pengurusan izin perumahan, terutama rumah tapak dan bersubsidi, menjadi lebih panjang sehingga merugikan pengembang karena tidak segera dapat merealisasikan proyeknya.
Selain itu, lanjutnya, ketentuan SLF tidak perlu karena bank penyalur kredit pemilikan rumah (KPR) sudah melaksanakan fungsi itu. Sebelum bank menyalurkan KPR, mereka membuat laporan penilaian akhir terkait layak tidaknya proyek perumahan diberikan KPR.
Jika SLF tetap diterapkan untuk rumah tapak, lanjutnya, dapat dipastikan akan menjadi kendala dalam upaya percepatan pembangunan perumahan, terutama perumahan bersubsidi, yakni pembangunan 1 juta rumah seperti yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Menanggapi permintaan Apersi tersebut, Wakil Walikota Malang Sutiaji menerangkan di Kota Malang ada Perda Bangunan No 1 Tahun 2012. Dalam Perda itu disebutkan bahwa pengembang diberi kemudahan untuk berinvestasi. "Kalau dipahami bersama, SLF tidak akan menghambat. Jika masih ada penghambatan maka bertentangan dengan UU 25 tahun 2009," ujar Sutiaji.
Menurut Sutiaji, tanpa ada bantuan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, slogan sejuta rumah hanya sekadar slogan saja, apalagi sandang papan menurutnya adalah salah satu tugas negara yang harus dijalankan bagi kepemanfaatan rakyat.
Sutiaji mencontohkan berdasarkan pengalamannya, ada pengembang yang sudah beli tanah di RW 1/RT 6 Kelurahan Dinoyo. Tanah itu sudah dibeli sekitar lima tahun lalu, tapi mau dibangun susah. "Saat itu kami pertemukan antara pengembang dengan warga dan akhirnya selesai, selanjutnya pembangunan bisa dilaksanakan," terangnya.(*)