Jember (Antara Jatim) - Pakar bioteknologi Universitas Jember Prof Tri Agus Siswoyo mengatakan Indonesia memiliki peluang untuk menjadi negara penghasil produk protein karena memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity), salah satu contohnya dengan beragam jenis tanaman.
"Indonesia berpeluang untuk mengembangkan produk-produk pertanian dan kesehatan yang berbasis pada protein yang dihasilkan oleh beraneka ragam tanaman," katanya di sela-sela kegiatan seminar internasional Indonesia Protein Society yang dilaksanakan di Gedung Soetardjo Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu.
Menurutnya potensi protein tersebut bisa berasal dari tanaman seperti kedelai, melinjo, kacang-kacangan, serealia dan lainnya karena dalam kajian bioteknologi, tanaman seperti kedelai atau melinjo memiliki kandungan protein yang mengandung asam amino yang penting bagi metabolisme tubuh.
Tidak hanya bermanfaat bagi tubuh, lanjut dia, protein yang ada dapat dikembangkan sebagai bahan obat seperti yang sedang dilakukan di laboratorium Center for Development of Advance Science and Technology (CDAST) Universitas Jember yang mengembangkan protein dari melinjo sebagai bahan antioksidan dan antihipertensi.
"Protein merupakan pemain utama dalam hidup manusia, bahkan semua organisme hidup. Protein bekerja sama dalam cara yang kompleks dan terkoordinasi untuk mendukung kehidupan, sehingga dengan kata lain, memahami fungsi protein dapat memberi petunjuk untuk menjawab persoalan yang belum dipahami dan mengamati struktur secara rinci bisa mengungkapkan bagaimana protein itu bekerja," katanya.
Ia mengatakan penelitian dan pengembangan protein menjadi pintu gerbang bagi produk rekayasa genetika yang dirakit dengan menyisipkan gen asing dan mengatur aktivitas gen itu di dalam tanaman, sehingga galur tanaman baru dapat menghasilkan sifat baru yang dikehendaki.
"Dalam proses rekayasa genetika inilah, pemahaman dan penggunaan protein menjadi hal yang mutlak, mengingat DNA mahluk hidup salah satunya disusun oleh protein," tuturnya.
Namun sayangnya, pengembangan rekayasa protein di Indonesia masih dirasakan kurang karena banyak keterbatasan dan tantangan yang masih dihadapi para peneliti di bidang itu seperti keterbatasan fasilitas yang dimiliki, serta kurang optimalnya pemanfaatan bidang-bidang penunjang rekayasa protein seperti kimia, mikrobiologi, genetik, bioinformatika dan komputasi menjadi faktor penghambat perkembangan penelitian protein di Indonesia.
Kemudian belum maksimalnya relasi yang baik antara dunia perguruan tinggi dengan industri, serta masih panjangnya rantai birokrasi pemerintah dalam perizinan produk hasil pengembangan bioteknologi juga dirasa masih menjadi hambatan.
"Industri di Indonesia lebih senang membeli paten riset dari luar negeri daripada mendanai dan memanfaatkan hasil riset peneliti Indonesia, sehingga salah satu strategi menanggulangi hambatan yakni dengan meningkatkan kolaborasi nasional dan internasional dengan institut, lembaga,grup penelitian yang berfokus dalam penelitian rekayasa protein, seperti yang sedang kami lakukan dengan seminar internasional Indonesia Protein Society," ujarnya.
Seminar tersebut menampilkan pemateri utama Prof Hitoshi Sakakibara dari Riken Institute Jepang, Prof James Ketudat dari Suranaree University of Technology Thailand, Prof Robert James Seviour dari La Trobe University Australia, serta pemateri lainnya.
Sementara Wakil Rektor II bidang Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Jember Wachju Subchan mengatakan komitmen Universitas Jember sebagai pusat keunggulan bioteknologi dibuktikan dengan bantuan dari Islamic Development Bank (IDB) yang difokuskan untuk pengembangan bidang bioteknologi.(*)