Madiun (Antara Jatim) - Sebanyak tiga waduk di Kabupaten Madiun, Jawa Timur rawan berhenti
operasi akibat menyusutnya volume air menyusul kekeringan yang melanda
wilayah setempat sejak tiga bulan terakhir.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Madiun Arnowo Widjaja di Madiun, Sabtu mengatakan ketiga waduk yang rawan ditutup salurannya akibat penyusutan debit air tersebut adalah Waduk Dawuhan, Notopuro, dan Saradan.
"Debit air di tiga waduk sudah kritis. Jika dipaksa beroperasi normal, volume air akan semakin menyusut dan akibatnya merusak konstruksi waduk," ujar Arnowo.
Sesuai data di lapangan, ketinggain air Waduk Dawuhan telah menyusut drastis dari 9,4 meter menjadi empat meter, Notoputo menyusut dari 7,5 meter menjadi empat meter, dan Waduk Saradan dari 8,5 meter menjadi 3,7 meter.
Sedangkan kemampuan waduk untuk mengairi sawah petani maksimal dibatasi hingga ketinggian air mencapai dua meter. Dalam kondisi normal, ketiga waduk tersebut dapat mengairi 13.693 hektare sawah.
"Kalau debit air sudah turun sampai dua meter maka pintu air akan ditutup. Air waduk tidak bisa lagi menyuplai kebutuhan petani supaya tanah dasar waduk tidak retak dan rusak," kata Arnowo.
Karenanya, pembasahan genangan di dasar waduk harus tetap terjaga dengan tetap menjaga ketinggian debit maksimal dua meter.
Nantinya, bila air waduk tidak mampu lagi beroperasi menyuplai kebutuhan irigasi petani, maka Dinas PU akan menyuplai kebutuhan air petani dengan sumur pompa.
Untuk itu, petani diminta tidak menanam padi, namun menaman palawija yang tidak membutuhkan pasokan air banyak di musim kering.
Pihaknya mengklaim, sepanjang petani disiplin dengan pola tanam, yakni padi-padi-palawija, lahannya tidak akan mengalami kekeringan.
"Jangan memaksa menanam padi jika tidak ingin merugi. Menanam palawija adalah pilihan terbaik di tengah kondisi kering," katanya. (*)
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Madiun Arnowo Widjaja di Madiun, Sabtu mengatakan ketiga waduk yang rawan ditutup salurannya akibat penyusutan debit air tersebut adalah Waduk Dawuhan, Notopuro, dan Saradan.
"Debit air di tiga waduk sudah kritis. Jika dipaksa beroperasi normal, volume air akan semakin menyusut dan akibatnya merusak konstruksi waduk," ujar Arnowo.
Sesuai data di lapangan, ketinggain air Waduk Dawuhan telah menyusut drastis dari 9,4 meter menjadi empat meter, Notoputo menyusut dari 7,5 meter menjadi empat meter, dan Waduk Saradan dari 8,5 meter menjadi 3,7 meter.
Sedangkan kemampuan waduk untuk mengairi sawah petani maksimal dibatasi hingga ketinggian air mencapai dua meter. Dalam kondisi normal, ketiga waduk tersebut dapat mengairi 13.693 hektare sawah.
"Kalau debit air sudah turun sampai dua meter maka pintu air akan ditutup. Air waduk tidak bisa lagi menyuplai kebutuhan petani supaya tanah dasar waduk tidak retak dan rusak," kata Arnowo.
Karenanya, pembasahan genangan di dasar waduk harus tetap terjaga dengan tetap menjaga ketinggian debit maksimal dua meter.
Nantinya, bila air waduk tidak mampu lagi beroperasi menyuplai kebutuhan irigasi petani, maka Dinas PU akan menyuplai kebutuhan air petani dengan sumur pompa.
Untuk itu, petani diminta tidak menanam padi, namun menaman palawija yang tidak membutuhkan pasokan air banyak di musim kering.
Pihaknya mengklaim, sepanjang petani disiplin dengan pola tanam, yakni padi-padi-palawija, lahannya tidak akan mengalami kekeringan.
"Jangan memaksa menanam padi jika tidak ingin merugi. Menanam palawija adalah pilihan terbaik di tengah kondisi kering," katanya. (*)