Mojokerto (Antara Jatim) - Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan rencana kenaikan cukai hasil tembakau pada tahun 2018 mendatang karena bisa membebani industri rokok.
Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) Djoko Wahyudi, Sabtu mengatakan, kebijakan pemerintah menaikkan harga CHT sebesar 8,9 persen di 2018 dianggap tidak rasional dan membebani industri rokok.
"Kami menolak kenaikan cukai sebesar 8,9 persen pada 2018," katanya di sela acara Ngaji Bareng Cak Nun di Mojokerto, Jawa Timur.
Ia mengemukakan, kenaikan dan kebijakan cukai seharusnya bersifat jangka panjang dan mempertimbangkan kemampuan industri, sehingga kepastian usaha lebih terjamin.
"Selain itu, pelaku industri tidak was-was setiap menjelang kenaikan cukai. Kenaikan harga cukai pun harus mengikuti inflasi," ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah seharusnya jangan hanya bergantung pada cukai tembakau sebagai sumber penerimaan cukai, terutama ditengah lesunya kondisi industri tembakau saat ini.
"Rantai industri tembakau panjang, bukan hanya pabrikan rokok saja. Saat industri mengalami penurunan, yang akan terkena dampaknya bukan cuma pabrikan, tapi juga pekerja di pabrik rokok, petani cengkeh, dan petani tembakau yang totalnya mencapai 6 juta orang," katanya.
Ia menjelaskan, terkait kenaikan cukai yang terus menerus dilakukan pemerintah, saat ini volume industri rokok terus mengalami penurunan.
"Dalam 4 tahun terakhir sejak 2015 produksi rokok turun 348 miliar batang dan pada 2016 turun lagi menjadi 342 miliar batang," ujarnya.
Dia berharap, Dana Bagi Basil Cukai Tahunan(DBHCT) bisa digunakan untuk dana memberantas rokok ilegal.
"Dukungan pemerintah terhadap industri legal seharusnya bisa diwujudkan dengan lebih ekstensif dengan melakukan pemberantasan rokok ilegal, supaya kondisi industri lebih kondusif. Dana Bagi Hasil Cukai Tahunan dan pajak rokok seharusnya juga bisa dioptimalkan untuk membantu usaha pemberantasan rokok ilegal," katanya.(*)