Surabaya (Antara Jatim) - Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) se-Surabaya kesulitan membeli server sebagai syarat yang diberikan Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya untuk bisa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun ini.
"Awalnya dinas mengatakan tidak ada biaya yang dibebankan PKBM. Tapi ternyata kami diminta untuk membeli server sendiri meskipun ujiannya ikut di sekolah formal,” kata Ketua Forum PKBM Surabaya Imam Rochani di Surabaya, Selasa.
Karena tidak mampu membeli server, lanjut Imam, pihaknya mengganti dengan membeli hardisk 1 tera. Dengan jumlah warga belajar (WB) sebanyak 279 orang, PKBM Budi Utama miliknya harus menyiapkan 11 hardisk.
"Kita sendiri tidak berani meminta tambahan biaya ke WB. Karena mereka pasti juga tidak mau," kata Imam.
Selain itu, tenaga proktor dan teknisi juga akan menjadi beban bagi PKBM. Hal itu, kata Imam, lantaran tenaga proktor dan teknisi dalam ujian akan dibayar secara mandiri oleh PKBM.
"Kita hanya mampu membayar Rp125 ribu per hari masing-masing untuk proktor dan teknisi. Itu dikalikan enam hari dengan simulasi, belum konsumsi, kebersihan dan keamanan yang juga harus kita keluarkan," ujar dia.
Selain persiapan sarana, Imam mengakui pelaksanaan UNBK juga cukup menyulitkan WB. Khususnya mereka yang usianya di atas 50 tahun. Hasil evaluasi pada simulasi 25-26 Maret lalu, WB dengan usia di atas 50 tahun sering mengalami eror saat mengerjakan karena salah memahami instruksi sistem.
"Solusinya kita minta proktor dan teknisi untuk memberi perhatian khusus. Masalahnya, orang tua-tua kalau tidak bisa tidak mau tanya, mereka diam saja," tuturnya.
Karena alasan ini pula, di Surabaya ada dua PKBM yang mendapat diskresi untuk tetap melaksanakan ujian berbasis kertas. "Sempat dipaksa juga mengadakan UNBK. Tapi waktu lembaganya minta surat perintah menggelar UNBK dari dinas, pihak dinas tidak berani mengeluarkan. Jadi bisa tetap manual," katanya.
Sementara itu, Ketua Forum PKBM Jatim Achmad Suko mengatakan untuk tahun ini pengesahan ijazah tidak lagi menggunakan tanda tangan kepala dinas pendidikan. Sebagai gantinya, ijazah dan Sertifikat Hasil Ujian Nasional (SHUN) akan ditandatangani sendiri oleh ketua lembaga masing-masing.
Namun, untuk PKBM yang belum terakreditasi, SHUN akan ditandatangani oleh lembaga yang menjadi tempat menggabung.
"Jadi kalau menggabung di SMAN 1 misalnya, WB juga akan mendapat SHUN dari SMAN 1. Nanti ijazahnya tetap ditandatangani ketua lembaga PKBM," kata Ketua PKBM Ar Rahman Kota Kediri ini.
Suko menilai kebijakan baru ini sebagai perubahan positif dalam pendidikan non formal. Sebab, dengan begitu lulusan PKBM akan semakin setara dengan sekolah formal. "Ini peluang yang bagus agar PKBM terangkat tidak lagi dipandang sebelah mata," kata dia.(*)