Pengoptimalan sumber daya alam minyak dan gas bumi (migas) selalu menyimpan tantangan tersendiri bagi industri hulu migas di Indonesia. Berbagai upaya yang dilakukan agar potensi migas di Indonesia bisa dimanfaatkan secara optimal memerlukan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompeten.
Sebagai salah satu industri yang padat modal, sektor hulu migas tetap mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam memenuhi kebutuhan sumber daya manusia. Jumlah pekerja lokal di sektor strategis ini bahkan sudah jauh melampaui jumlah tenaga kerja asing (TKA).
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pada 2015 jumlah tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja di Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) mencapai 31.742 pekerja atau sekitar 97 persen dari total jumlah pekerja. Sedangkan jumlah tenaga kerja asing sebanyak 1.022 orang atau hanya berkisar 3 persen.
Dalam 10 tahun terakhir, jumlah TKI di industri hulu migas mengalami kenaikan seiring bertambahnya kegiatan operasi yang dilaksanakan Kontraktor KKS. Sebaliknya, jumlah TKA yang bekerja di industri ini cenderung tidak mengalami penambahan meski banyak proyek besar yang sedang berlangsung. “Sektor hulu migas berkomitmen penuh untuk mengembangkan kapabilitas dan kapasitas nasional dalam bidang sumber daya manusia,” kata Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi.
Menurut Amien, komitmen untuk memprioritaskan TKI tetap dipegang industri hulu migas pasca diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Komitmen tersebut diwujudkan salah satunya melalui pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi Hulu Migas (LSP Hulu Migas). Lembaga ini mewadahi kegiatan pengembangan sumber daya manusia di industry hulu migas melalui programprogram sertifikasi kompetensi pekerja.
Pemerintah sendiri mewajibkan Industri Hulu Migas Prioritas Tenaga Kerja Indonesia pekerja sektor hulu migas untuk memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) seperti diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 05 Tahun 2015. Dalam aturan tersebut, ada 35 jenis SKKNI yang wajib dipenuhi oleh pekerja di industry hulu migas.
Amien mengatakan, selain kewajiban mengikuti sertifikasi, sumber daya manusia di sektor hulu migas didorong untuk terus mengembangkan kompetensi yang dimiliki. Keterlibatan pihak lain, seperti perguruan tinggi serta balai pendidikan dan pelatihan, turut dibutuhkan dalam mencetak tenaga kerja Indonesia yang profesional. “Sedini mungkin, sumber daya manusia yang ada di Indonesia harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja profesional di industri hulu migas,” katanya.
Melalui berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi pekerja, tenaga kerja lokal diharapkan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kesempatan tersebut akan makin terbuka apabila investasi di sektor hulu migas terus meningkat. (*)