Perizinan memegang peranan penting di industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Banyak kegiatan eksplorasi maupun produksi yang tertunda pelaksanaannya karena masalah perizinan. Padahal, pemerintah tengah menggaungkan pentingnya kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan jumlah cadangan dan produksi migas nasional.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), kegiatan eksplorasi dan produksi di hulu migas saat ini harus mengantongi 341 izin. Proses pengurusan seluruh izin tersebut melibatkan setidaknya 17 instansi/lembaga penelaah, perekomendasi, hingga penerbit izin.
Selain banyaknya izin yang harus diurus, proses pengurusan pun membutuhkan waktu yang tidak singkat. Sebagai gambaran, pengurusan izin untuk melakukan survei seismik bisa memakan waktu satu tahun, bahkan lebih. Padahal, kegiatan survei seismik yang diperlukan sebelum dilakukan pengeboran eksplorasi hanya makan waktu beberapa bulan saja.
Data pada 2015 menunjukkan, ada 40 kegiatan survei yang realisasinya terkendala perizinan. Realisasi komitmen pengeboran eksplorasi pada 2015 juga menghadapi masalah dengan adanya 41 kegiatan terkendala izin dan pengadaan lahan. Tidak berbeda dengan kegiatan eksplorasi, hambatan perizinan untuk kegiatan produksi dan pengembangan terjadi pada 80 kegiatan.
Kepala Bagian Humas SKK Migas, Taslim Z. Yunus, menyatakan pengurusan izin untuk kegiatan hulu migas perlu dipermudah. Apalagi untuk kegiatan eksplorasi yang bertujuan menemukan cadangan migas baru. Banyaknya izin yang harus dikantongi akan mengulur-ulur jadwal kegiatan eksplorasi karena pengurusan izin memakan waktu cukup lama. Padahal, hasil eksplorasi baru bisa dinikmati 10-15 tahun ke depan.
"Jika eksplorasi tidak digenjot, kesempatan untuk mematok peningkatan lifting juga tidak tercapai," ujar Taslim.
Ke depan, pihak yang mengurus semua izin adalah SKK Migas yang nantinya akan langsung diserahkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mendapatkan persetujuan. "Mudah-mudahan usulan ini bisa menjadi solusi," ucap Taslim, berharap.
Permasalahan perizinan yang menjadi ganjalan dalam pelaksanaan kegiatan hulu migas tidak bisa hanya diselesaikan oleh kalangan yang bergelut di dunia migas. Butuh kerja sama dan sinergi dengan berbagai pihak guna mengurai simpul-simpul masalah yang selama ini menghambat kelancaran kegiatan usaha hulu migas.
Kepala Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas, Didik S. Setyadi mengemukakan semua pemangku kepentingan, khususnya aparat negara, perlu memahami bahwa industri hulu migas adalah kegiatan negara. "Seluruh lahan yang digunakan untuk kegiatan hulu migas juga tercatat sebagai aset milik negara," imbuhnya.
Inisiatif-inisiatif yang dilakukan pemerintah dengan berkoordinasi bersama para pemangku kepentingan diharapkan akan mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas. Kondisi yang kondusif juga akan mendorong peningkatan investasidi sektor hulu migas.(*)