Pamekasan (Antara Jatim) - Akademisi dari Universitas Madura (Unira) Pamekasan, Jawa Timur,
Abubakar Basyarahil menilai wacana tentang pembentukan Perda Poligami
oleh sebagian anggota DPRD di wilayah itu hanya sebatas uji publik.
"Saya yakin wacana tentang Raperda Poligami itu hanya sebatas ingin mengetahui tanggapan publik," katanya kepada Antara di Pamekasan, Selasa, menanggapi rencana DPRD Pamekasan membuat Perda Poligami untuk menekan angka maksiat di wilayah itu.
Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Unira ini berpendapat, hal itu dimaksudkan untuk mengetahui tanggapan publik tentang upaya mengatur poligami dalam peraturan daerah, mengingat poligami merupakan hal sensitif dan masih pro kontra di kalangan masyarakat.
"Sebagai upaya untuk menjajaki kepentingan publik, ini sah-sah saja, sebab pada akhirnya akan diketahui mana yang mendukung dan menolak perda ini," katanya.
Abubakar sendiri tidak yakin Perda itu akan langsung dibahas karena sampai saat ini belum ada rancangan tentang perda itu.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini lebih lanjut menjelaskan, sebagai wacana yang menjadi perhatian publik maka penting untuk menunjukkan isi rancangan perda itu agar menjadi kajian publik.
"Ini apabila benar-benar hendak dijadikan perda," katanya.
Sebab, sambung dia, selama ini pro kontra yang berkembang di kalangan masyarakat tentang rencana pembentukan perda poligami itu hanya sebatas pada konteks saja.
Masyarakat yang menolak raperda poligami itu karena melihat konteksnya hanya sebatas keinginan untuk melegitimasi seorang laki-laki beristri lebih dari satu. Dalam konteks ini, kata dia, menolak raperda poligami merupakan hal yang wajar.
Tapi, lanjutnya, jika dilihat dari sisi upaya melarang praktik nikah siri karena saat ini nikah siri di Pamekasan sudah lumrah, serta untuk melindungi anak keturunan dari sisi perlindungan hukum, maka orang yang berpendapat perda poligami penting menjadi dasar pemikiran mereka.
"Di sinilah pentingnya konten raperda tentang poligami itu disampaikan ke publik, apabila keinginan membuat aturan tentang poligami itu memang harus diatur dalam bentuk perda," katanya.
Abubakar menjelaskan, wacana tentang poligami diatur dalam aturan yang lebih khusus sudah pernah dilakukan oleh DPR RI, namun karena yang disampaikan hanya berupa konteks dan belum diketahui kontennya maka aturan itu gagal dibuat. (*)
"Saya yakin wacana tentang Raperda Poligami itu hanya sebatas ingin mengetahui tanggapan publik," katanya kepada Antara di Pamekasan, Selasa, menanggapi rencana DPRD Pamekasan membuat Perda Poligami untuk menekan angka maksiat di wilayah itu.
Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Unira ini berpendapat, hal itu dimaksudkan untuk mengetahui tanggapan publik tentang upaya mengatur poligami dalam peraturan daerah, mengingat poligami merupakan hal sensitif dan masih pro kontra di kalangan masyarakat.
"Sebagai upaya untuk menjajaki kepentingan publik, ini sah-sah saja, sebab pada akhirnya akan diketahui mana yang mendukung dan menolak perda ini," katanya.
Abubakar sendiri tidak yakin Perda itu akan langsung dibahas karena sampai saat ini belum ada rancangan tentang perda itu.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini lebih lanjut menjelaskan, sebagai wacana yang menjadi perhatian publik maka penting untuk menunjukkan isi rancangan perda itu agar menjadi kajian publik.
"Ini apabila benar-benar hendak dijadikan perda," katanya.
Sebab, sambung dia, selama ini pro kontra yang berkembang di kalangan masyarakat tentang rencana pembentukan perda poligami itu hanya sebatas pada konteks saja.
Masyarakat yang menolak raperda poligami itu karena melihat konteksnya hanya sebatas keinginan untuk melegitimasi seorang laki-laki beristri lebih dari satu. Dalam konteks ini, kata dia, menolak raperda poligami merupakan hal yang wajar.
Tapi, lanjutnya, jika dilihat dari sisi upaya melarang praktik nikah siri karena saat ini nikah siri di Pamekasan sudah lumrah, serta untuk melindungi anak keturunan dari sisi perlindungan hukum, maka orang yang berpendapat perda poligami penting menjadi dasar pemikiran mereka.
"Di sinilah pentingnya konten raperda tentang poligami itu disampaikan ke publik, apabila keinginan membuat aturan tentang poligami itu memang harus diatur dalam bentuk perda," katanya.
Abubakar menjelaskan, wacana tentang poligami diatur dalam aturan yang lebih khusus sudah pernah dilakukan oleh DPR RI, namun karena yang disampaikan hanya berupa konteks dan belum diketahui kontennya maka aturan itu gagal dibuat. (*)