"Kami sudah amankan bom molotov dan bambu runcing dari masyarakat. Bambu runcing itu sebetulnya alat penusuk, yang kalau kami mau lakukan tindakan penegak hukum bisa, tapi tidak dilakukan," kata Kepala Polres Kediri Kota AKBP Wibowo di Kediri, Sabtu.
Kapolres yang ditemui saat penertiban di bekas lokalisasi semampir itu mengatakan petugas memang sengaja datang untuk pengamanan lokasi.
Pihaknya juga mengapresiasi sikap warga di tempat tersebut yang cukup kooperatif, dengan mau menyerahkan sejumlah barang-barang seperti bambu runcing tersebut.
Selain diserahkan warga, petugas juga melakukan razia di di seluruh tempat tersebut. Hasilnya, petugas masih mendapati sejumlah barang-barang tersebut, dan langsung dibawa petugas.
Kapolres menambahkan dalam kegiatan ini melibatkan 800 personel yang merupakan gabungan itu. Mereka mengenakan seragam khusus, lengkap dengan senjata, guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Petugas berkumpul di bekas lokalisasi semampir. Pemkot Kediri memberikan batas waktu terakhir untuk pengosongan lokasi yang berada di daerah tersebut.
Lahan itu akan diratakan diubah menjadi lahan terbuka hijau.
Warga yang tinggal di bekas lokalisasi itu juga melawan. Selain dengan unjuk rasa, warga juga membuat bambu runcing serta bom molotov, namun barang-barang itu sudah disita petugas.
Kuasa hukum warga Sugiharto mengatakan warga tetap meminta penangguhan untuk penggusuran. warga meminta pemerintah menunggu hasil persidangan gugatan yang diajukan.
Pihaknya sempat mempertanyakan alasan kedatangan ratusan aparat itu, dan setelah dikonfirmasi mereka ingin melakukan penggeledahan. Ia pun tidak keberatan jika petugas melakukan hal itu.
"Tadi melakukan penggeledahan, pemantauan barang-barang berbahaya, bisa senjata tajam. bom, termasuk apa ada praktik prostitusi. Jika itu, kami kuasa hukum mempersilakan. Namun, kami tetap kawal masalah ini sampai selesai," katanya.
Ia meminta agar pemerintah menghargai proses hukum yang saat ini masih berjalan. Jika tidak, warga tidak segan melaporkan dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang. (*)