Kediri (Antara Jatim) - Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur, mendesak Presiden Jokowi lebih serius menangani beragam praktik intoleransi yang marak terjadi beberapa waktu terakhir.
"Kami mendorong pemerintah lebih serius melawan praktik intoleransi dan radikalisme agama ini," kata Koordinator JIAD Jatim Aan Anshori dikonfirmasi terkait insiden pelemparan bom molotov yang dilakukan sekelompok orang di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu.
Aan menilai saat ini, tingkat intoleransi serta radikalisme agama memengaruhi masyarakat. Menurut survei Wahid Institute pada 2016, diperkirakan terdapat sekitar 7,7 persen muslim dewasa (seluruh Indonesia) yang siap melakukan aksi kekerasan.
Situasi ini, lanjut dia, diperkeruh kenyataan adanya puluhan anggota gerakan Islam intoleran (Seperti ISIS) yang "hidup" di Indonesia. Bahkan, dalam catatan JIAD ada lebih dari 5.000 rumah ibadah menjadi korban (Kebanyakan milik umat Kristen, yang mengalami aksi kekerasan) sejak reformasi.
Pihaknya sangat prihatin dengan aksi yang terjadi di Gereja Oikumene, Samarinda pada Minggu pagi tersebut. Karena aksi itu, lima orang mengalami luka, bahkan empat di antaranya masing anak-anak.
"Kami juga menyampaikan duta cita mendalam pada seluruh jemaat di gereja tersebut. Kami pun mengutuk aksi itu. Penyerangan pada rumah ibadah adalah praktik paling memalukan dalam sejarah peradaban manusia dan hanya orang tidak waras yang berbuat demikian," paparnya.
Aan juga meminta agar aparat penegak hukum meningkatkan perlindungan pada kelompok minoritas d negeri ini, terlebih lagi pascaunjuk rasa pada 4 November 2016 di Jakarta.
"Kami juga meminta aparat penegak hukum tidak memberikan toleransi adanya tindak kekerasan termasuk 'hate speech' dari siapapun terhadap kelompok lainnya," tegasnya.
Aan juga menyerukan pada seluruh komponne lintas iman di Indonesia untuk tidak takut dan terus memperkuat solidaritas melawan beragam praktik kekerasan dan intoleransi atas nama agama.
"Negara ini tidak boleh dirusak oknum yang menggunakan agama untuk memaksakan kehendak. Kita pun harus melawannya," ujar Aan.
Ledakan bom molotov itu terjadi saat jemaat memenuhi Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur. Akibat ledakan itu, sejumlah orang terluka, termasuk anak-anak.
Sementara itu, aparat kepolisian telah berhasil menangkap pelaku yang melemparkan bom molotov ke Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur itu. Saat ini, yang bersangkutan masih diperiksa aparat. (*)