Ketua DPRD Kota Madiun periode 2009-2014 Tohir Rochani sekaligus terperiksa di Madiun, Kamis, mengatakan, pertanyaan yang diberikan penyidik pada pemeriksaan kedua yang dijalaninya kali ini berbeda denganyang pertama.
"Yang pertama lalu hanya seputar identitas dan tugas saya. Sedangkan yang kedua kali ini soal dokumen APBD Kota Madiun secara keseluruhan, mulai tahun 2009 hingga 2012," ujar Tohir kepada wartawan saat jam istirahat pemeriksaan di Mako Detasemen C Pelopor Satuan Brimob Polda Jatim di Jalan Yos Sudarso Kota Madiun.
Menurut dia, hal yang dikorek KPK adalah semua tentang APBD murni maupun APBD perubahan. Selain itu, KPK juga menyinggung pertanyaan tentang proyek-proyek fisik yang didanai oleh APBD kota setempat.
"Selain APBD juga ditanyai struktur organisasi kedewanan dan proyek fisik. Termasuk didalamnya proyek Pasar Besar Madiun dan lainnya," kata dia.
Hanya saja, politisi dari Partai Demokrat tersebut enggan menyebutkan proyek fisik lainnya selain PBM yang ingin dikorek KPK tersebut.
Sementara, selain Tohir, KPK menjadwalkan sejumlah terperiksa lainnya. Total ada sebanyak enam orang yang dipanggil KPK untuk diperiksa di Mako Brimob pada Kamis (10/11).
"Ada enam orang yang diperiksa. Semuanya dalam kapasitas saksi kasus Pasar Besar Madiun," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dihubungi melalui telepon dari Madiun.
Keenam orang tersebut adalah Tohir, Didik Mardijanto selaku Wakil Ketua DPRD Kota Madiun periode 2009-2016, Heri Supriyanto selaku Wakil Ketua DPRD Kota Madiun periode 2009-2015, Elok Budi Widiastuti selaku karyawan PT Cahaya Terang Satata perusahaan milik tersangka BI, Suhariono selaku Kepala Cabang PT Lince Romauli tahun 2008-2014, dan Sri Wahyuni selaku Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Kota Madiun.
Selain enam orang tersebut, pantaun di lapangan juga terdapat dua orang terperiksa lainnya. Yakni Taufan M selaku perwakilan dari Bank Jatim dan Wisnu H perwakilan dari PT NKE. Belum diketahui hubungan keduanya dengan kasus PBM.
Diketahui, Wali Kota Madiun Bambang Irianto telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka karena diduga menerima gratifikasi dalam pembangunan proyek Pasar Besar Madiun sejak tanggal 17 Oktober 2016.
Bambang diduga menyalahgunakan jabatannya dengan menerima gratifikasi pembangunan Pasar Besar Madiun yang dibangun secara tahun jamak mulai 2009-2012. Pemeriksaan saksi-saksi kasus tersebut terus dikebut KPK.
Bambang disangkakan pasal 12 huruf i atau pasal 12 B atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang bersangkutan telah
menjalani pemerisaan KPK di Jakarta pada Selasa (8/11) dan belum ditahan. (*)