Belajar di toilet ?
Itulah cerita dari Andi Pangihutan Napitupulu yang menjadi tutor untuk 40 Buruh Migran Indonesia (BMI) di Taiwan yang menjadi mahasiswa baru di Universitas Terbuka (UT) di Taipei, Taiwan pada tahun ajaran 2016.
Pembelajaran di UT-Taiwan, selain menuntut kemandirian mahasiswa, juga dibantu oleh tutor yang berasal dari kalangan mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan master maupun doktoral di Taiwan.
"Ternyata pengalaman belajar saya di Taiwan tidak seberapa jika dibandingkan dengan teman-teman UT Taiwan," kata mahasiswa master Applied Linguistic Chung Yuan University itu.
Ia mengaku kagum dan bangga kepada mahasiswa UT Taiwan yang telah mengawali studi melalui Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB) Unit Program Belajar Jarak Jauh Layanan-Luar Negeri (UPBJJ-LLN) UT pada 14 Agustus 2016.
"Selain bekerja, mereka juga harus belajar. Saya jadi tahu bagaimana perjuangan mereka dalam belajar. Ada yang harus belajar di tempat yang gelap, belajar di toilet, dan sebagainya karena majikan menyuruh segera tidur setelah bekerja, dan tidak boleh menyalakan lampu," katanya.
Oleh karena itu, ia mengungkapkan banyak mendapat inspirasi ketika mengajar mahasiswa UT Taiwan.
Bahkan, tidak sedikit BMI yang kuliah di UT-Taiwan memiliki prestasi membanggakan. Eulis Komariah, mahasiswa jurusan Bahasa Inggris Universitas Terbuka (UT) Taiwan adalah salah satu contoh.
Perempuan yang sehari-hari bekerja menjaga orangtua di Pingtung itu jago Tai Chi, olahraga bela diri asli Taiwan. Beberapa kali, Eulis menorehkan prestasi dalam perlombaan Tai Chi di Taiwan.
Ia pernah menyabet tiga medali emas dan satu perak pada ajang The Fifth World Cup tai Chi Chuan Champhionship 2014. Selain itu, Juara III President Cup 2015 dan Juara Harapan II dalam nomor memperagakan 37 jurus pada kejuaraan yang sama.
Sebagai buruh migran, wanita kelahiran Bandung, 11 Maret 1968, itu bersyukur mendapatkan majikan yang baik dan menganggapnya sebagai keluarga.
"Kunci sukses menjadi seorang BMI adalah membangun kepercayaan majikan. Caranya, dengan bekerja yang baik, disiplin, penuh tanggung jawab, jujur, terbuka, dan sopan. Sopan dalam bertutur kata maupun berpakaian," tuturnya.
Soal keterbukaan, ia bercerita bahwa seorang Muslim perlu memberitahukan kepada majikan bahwa dirinya memiliki kewajiban shalat lima waktu dalam sehari, dan berpuasa di bulan Ramadhan.
"Alhamdulillah, keterbukaan semacam itu membuat majikan terketuk hatinya, bahkan tidak tanggung-tanggung menyuruh saya kuliah di UT," ungkapnya.
Bekal Kembali ke Indonesia
Dalam surat elektronik yang diterima Antara di Surabaya (14/8), Sekretaris Badan Pelaksana UT Taiwan, Inda Karsunawati, mengatakan 40 mahasiswa baru UT-Taiwan kali ini meliputi 27 orang yang menempuh studi Manajemen, tiga orang studi Ilmu Komunikasi, dan 10 orang studi Bahasa Inggris.
Sebelumnya, 14 BMI telah dinyatakan lulus dari UT di Taiwan. Tahun 2016, UT-Taiwan telah mencetak lulusan pertama yakni 14 mahasiswa dari tiga program studi (prodi) yakni prodi Ilmu Komunikasi (dua orang), Manajemen (8), dan Sastra Inggris Bidang Minat Penerjemah (4).
Lulusan pertama itu ada dua orang yang diwisuda di Jakarta pada 5 April 2016, karena keduanya telah kembali ke Indonesia, lalu 12 wisudawan lainnya diwisuda di KDEI pada 29 Mei 2016.
Sementara itu, puluhan mahasiswa baru yang menjadi peserta OSMB Periode II Tahun 2016 itu diterima oleh Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Robert James Bintaryo; Kepala Bidang Pariwisata dan Perhubungan KDEI, Agung Sepande; dan Ketua PPI Taiwan, Pitut Pramuji.
Dalam penyambutan yang dipantau langsung melalui skype oleh Pembantu Dekan III Fakultas Ekonomi UT, Zulfahmi, itu, Koordinator Badan Pelaksana (Bapel) UT Taiwan, M. Akmalul 'Ulya, menjelaskan Bapel UT berperan memfasilitasi perkuliahan jarak jauh Universitas Terbuka bagi BMI di Taiwan.
"UT sendiri memiliki 22 UPBJJ-LLN yang tersebar di negara-negara dengan jumlah BMI yang cukup besar, seperti Taiwan, Hong Kong, dan Korea," kata Inda yang juga berasal dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.
Sementara itu, Kepala KDEI Taipei Robert James Bintaryo menyatakan bangga dengan para BMI yang memutuskan untuk belajar sambil bekerja.
"Dengan pendidikan, kita memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Supaya kita tidak lagi hanya mengandalkan sumber daya alam yang berlimpah dan wilayah yang luas," katanya.
Hal senada diungkapkan Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi UT Zulfahmi melalui skype. "Saya bangga dengan para BMI yang memiliki semangat belajar," katanya.
Ia berharap, kelak pendidikan yang didapat akan menjadi bekal bagi para BMI ketika kembali ke Indonesia. "Jadi, selain mendapatkan modal materi dari luar negeri, juga mendapatkan gelar Sarjana yang insyaAllah bermanfaat," katanya.
Tentang alasan bekerja sambil belajar itu, salah satu mahasiswa baru, Nuriawati, yang sudah empat tahun bekerja di Taiwan, mengaku dirinya belajar di UT dengan mengambil jurusan Bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggrisnya.
"Saya bekerja ikut orang yang kebetulan mantan artis Taiwan. Karena dia punya usaha kosmetik, jadi saya sering diajak pergi untuk ikut jualan. Kadang ke China, kadang ke India. Saya kalau ngomong Bahasa Inggris bisa, tapi kalau grammar nggak bisa. Makanya saya memutuskan ambil kuliah Bahasa Inggris di UT," paparnya.
Lain halnya dengan Kholifatus Salmah yang sudah dua tahun bekerja di sebuah pabrik spare part mobil di Taipei dan mengambil Jurusan Manajemen di UT-Taiwan.
"Berkuliah itu supaya memiliki bekal untuk nanti menjadi calon ibu. Kita kan nantinya menjadi madrasah (sekolah) pertama anak-anak, jadi pendidikan ini menjadi bekal untuk itu," ucapnya. (*)
Ketika BMI Taiwan Belajar di Toilet
Selasa, 13 September 2016 17:59 WIB
Selain bekerja, mereka juga harus belajar. Saya jadi tahu bagaimana perjuangan mereka dalam belajar. Ada yang harus belajar di tempat yang gelap, belajar di toilet, dan sebagainya karena majikan menyuruh segera tidur setelah bekerja, dan tidak boleh menyalakan lampu