Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyatakan kekecewaannya atas keputusan Taiwan untuk memperpanjang penangguhan penerimaan pekerja migran Indonesia (PMI) dalam jangka waktu tidak ditentukan.
"Kami merasa kecewa atas kebijakan pemerintah Taiwan, terlebih lagi keputusan tersebut dibuat tanpa menunggu hasil investigasi dari pemerintah Indonesia," ujar Kepala BP2MI Benny dalam pernyataan resmi di Jakarta, Kamis.
Benny mengatakan pemerintah Indonesia menyesali kejadian dimana ada 85 tenaga kerja Indonesia (TKI) terkonfirmasi positif COVID-19 di Taiwan yang ditempatkan oleh 14 perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI).
Akibat dari ditemukannya TKI positif COVID-19, Taiwan menangguhkan sementara penempatan pekerja asal Indonesia dalam periode 4-17 Desember 2020.
Hal itu, ujar Benny, dapat mencerminkan adanya asumsi bahwa masih terdapatnya kekurangan atau tidak terimplementasi protokol kesehatan oleh pelaksana penempatan PMI.
Dia menegaskan pemerintah Indonesia sudah mengambil tindakan melakukan penyelidikan pelaksanaan protokol kesehatan di balai latihan kerja atau asrama milik 14 P3MI tersebut.
Dari investigasi tersebut, dihasilkan kesimpulan bahwa ada 12 P3MI yang telah melakukan protokol kesehatan seperti yang dianjurkan pemerintah. Sedangkan dua perusahaan lainnya masih belum melakukan protokol kesehatan yang dianjurkan.
Benny menambahkan upaya investigasi ini dilakukan karena pemerintah Indonesia serius dalam menangani COVID-19 dan keselamatan PMI adalah hukum tertinggi.
"Jika memang P3MI terbukti melanggar protokol kesehatan dan tidak melakukan tes PCR kepada PMI sebelum berangkat ke negara penempatan, BP2MI tentu akan merekomendasikan kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI untuk mencabut izinnya. Untuk itu kami berharap pemerintah Taiwan dapat mempertimbangkan hasil investigasi dari pemerintah Indonesia," ujar Benny. (*)