Surabaya (Antara Jatim) - Ratusan warga Pegunungan Kendeng Utara yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Perduli Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah demo di depan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya menolak penambangan untuk pabrik semen.
Salah seorang koordinator aksi Gunretno mengatakan warga meminta supaya hakim menguatkan putusan PTUN Semarang terkait dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Pati No.660.1/4767/2014 tentang izin lingkungan pembangunan pabrik semen PT Sahabat Mulia Sakti (SMS) yang pernah digugat warga.
"Pabrik dan pertambangan semen di Pati sudah membuat kerusakan luar biasa oleh karena itu, kami meminta kepada hakim supaya arif dalam memutus kasus ini. Aksi yang kami lakukan ini sebagai salah satu langkah menghadapi upaya banding yang diajukan Pemda Pati dan PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), yang adalah anak perusahaan PT. Indocement," katanya Kamis.
Ia mengemukakan, ratusan warga terdiri dari tiga kecamatan di perbatasan Jatim dan Jawa Tengah, yakni Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo ini membentangkan kain putih sepanjang 100 meter bertuliskan "Ibu Bumi Wis Maringi. Ibu Bumi Dilarani. Ibu Bumi Kang Ngadili".
"Sekali lagi kami berharap hakim terketuk hati nuraninya terkait kerusakan alam yang terjadi sejak pertambangan berlangsung," katanya.
Ia menjelaskan, perusahaan dan pemerintah sebelumnya kalah di PTUN Semarang terkait gugatan warga tentang izin lingkungan pendirian pabrik dan penambangan. Selain itu, perusahaan semen itu hendak melakukan ekspansi pembangunan pabrik di tiga kecamatan sekaligus.
"Padahal di wilayah itu menjadi sumber kebutuhan hidup warga karena dijumpai banyak sumber mata air. Perusahaan dan pemerintah daerah setempat hanya memikirkan kepentingan sempit atas nama investasi. Jelas-jelas ini memberangus kehidupan petani," katanya.
Ia menambahkan jika majelis harus meneliti berkas gugatan dan tidak terpaku pada dokumen tertulis saja serta berharap hakim sedianya mau datang ke Kendeng untuk melihat dampak penambangan.
"Hakim juga harus mengakses dokumen amdal yang diduga penuh rekayasa," katanya.(*)