Surabaya (Antara Jatim) - Peneliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menemukan struktur virus H5N1 (flu burung) di beberapa kasus di Pulau Jawa lebih menyerupai menginveksi orang.
"Beberapa kasus di Banyuwangi, Lamongan, Bandung dan Jakarta baru-baru ini ditemukan struktur virus flu burung yang menyerupai menginveksi orang," kata Dr Iswahyudi Drh MP dalam sidang disertasinya di Fakultas Kedokteran Hewan Unair Surabaya, Senin.
Ia pun memaparkan disertasinya yang berjudul Karakterisasi Asam Amini Virus Flu Burung di Pulau Jawa Periode 2012-2015 Sebagai Landasan Pemantapan Kebijakan Pengendalian Penyakit flu Burung.
"Flu burung masih menjadi permasalahan di Indonesia. Virus ini bermutasi, sehingga pemerintah memerlukan tambahan dana untuk memperbarui vaksin dan melakukan penyebaran merata untuk pemberiannya," kata dia.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Jatim itu menuturkan virus flu burung yang bermutasi menjadi dua jenis, yaitu menjadi lebih ganas karena asam amino yang ada justru membuat tingkat patogenitas meningkat.
"Kemudian kemungkinan lainnya karena virus ini belum terdeteksi apakah asam aminonya meningkat dan membuatnya semakin ganas atau menurun dan membuatnya semakin jinak," terangnya.
Menurut dia, virus di Indonesia ini 100 persen berasal dari virus yang sudah beredar di Indonesia, bukan virus baru dari luar negeri.
"Kami menyarankan pada pemerintah agar dilakukan kajian untuk pemberian 'master seed' sebagai calon vaksin berikutnya, karena vaksin yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan virus yang ada di lapangan," jelasnya.
Ia mencontohkan, awal tahun 2016 terjadi keganasan flu burung ini di seluruh Jawa, dan menyerang semua jenis unggas. Berdasarkan data yang ia peroleh pada tahun terdapat 123 kasus atau 123 desa.
Sedangkan pada akhir April 2016 sudah ditemukan 148 kasus, dan jumlah ini pada akhir tahun bisa dua kali lipat.
Semua kasus memiliki persamaan, lanjutnya karena punya potensi menular ke manusia. Angka kematian manusia jika terinveksi, 85 persen meninggal,
karena harus ditangani melalui sumbernya.
"Pemerintah sudah punya kebijakan vaksinasi 3T, yaitu tepat vaksin, tepat teknik dan tepat target, tetapi sampai saat ini pemerintah tidak punya dana vaksin yang cukup," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan penanganan flu burung harus ada terusan dari Dinas Peternakan, karena selama ini banyak peternak yang belum tertutupi oleh vaksin dari pemerintah.
"Idealnya vaksinasi ini butuh lima kali vaksin untuk masa hidup unggas. Tetapi nyatanya pemerintah untuk sekaki vaksin dosisnya sudah kurang," tandasnya. (*)