“Tanjung Perak tepi laut
Siapa suka boleh ikut
Bawa gitar keroncong piul
Jangan lupa bawa anggur
Tanjung Perak.. tepi laut “
Itulah bait lagu berjudul Tanjung Perak yang dipopulerkan maestro keroncong Waldjinah. Lagu tersebut seperti mengingatkan kembali kepada masa-masa keemasan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada masa lalu. Tanjung Perak tidak hanya sebagai sentra penggerak roda perekonomian, tapi juga menjadi tempat wisata yang romantis.
Menurut sejumlah literatur, konon Pelabuhan Tanjung Perak pada tempo dulu tidak seperti yang ada sekarang. Aktivitas bongkar muat di pelabuhan terbesar di Jawa Timur ini saat itu dilakukan di Selat Madura dan dilanjutkan dengan “rede transport”.
Artinya, barang-barang muatan kapal besar atau kapal samudera dibongkar di Selat Madura, kemudian diangkut dengan kapal-kapal kecil menyusuri Kalimas sebelum ditampung di gudang dan distribusikan ke masyarakat.
Untuk barang-barang yang akan dikirim ke luar Surabaya juga begitu, diangkut dari gudang dengan tongkang atau kapal kecil, dipindahkan ke kapal besar di Selat Madura dan selanjutnya dikirim ke tempat tujuan.
Saksi bisu adanya aktivitas tersebut hinggga kini masih bisa ditemui. Bangunan kuno yang difungsikan sebagai gudang bisa dilihat sepanjang alur Kalimas.
Dari Dermaga Jamrud jika penyusuran bergerak ke arah Kantor Otoritas Pelabuhan atau dulu bernama Administratur Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak. Selanjutnya, masuk ke alur sungai Kalimas Baru, melintasi Jembatan Pethekan masuk ke Kalimas Barat, Kalimas Timur, Kalimas Utara, Jembatan Merah, Kembang Jepun dan kemudian alur akan bertemu dengan Sungai Surabaya di kawasan Wonokromo.
Sejumlah saksi bisu sejarah aktivitas perdagangan masa lalu dapat disaksikan di Kalimas Baru yang terdapat dermaga untuk aktivitas kapal-kapal kecil dari kayu berikut gudang. Kapal-kapal tersebut biasa mengangkut barang kelontong dan berbagai kebutuhan lain untuk diantarpulaukan.
Lepas dari Dermaga Kalimas Baru, akan bertemu jembatan yang memotong alur Kalimas yakni Jembatan Petekan yang dibangun pada tahun 1900-an dulu dipakai sabagai sarana penyeberangan antara Sungai Kalimas dan Selat Madura.
Jembatan Petekan yang oleh Belanda dinamai Ophaalburg diambil dari kata dalam bahasa Jawa, petek, yang artinya dipencet atau ditekan. Jembatan Petekan dulu adalah jembatan layang yang akan terbuka bila ada kapal melintas di bawahnya. Kalimas menjadi jalur transportasi utama perahu dan kapal tradisional yang membawa barang ke kawasan perdagangan di Kembang Jepun.
Cara kerja jembatan ini sama dengan Jembatan Ampera di Palembang, Sumatera Selatan, kendati dengan ukuran yang berbeda. Di bawah Jembatan Ampera mengalir Sungai Musi yang dimanfaatkan pula untuk aktivitas transportasi air.
Cara kerja jembatan ini sama dengan Jembatan Ampera di Palembang, Sumatera Selatan, kendati dengan ukuran yang berbeda. Di bawah Jembatan Ampera mengalir Sungai Musi yang dimanfaatkan pula untuk aktivitas transportasi air.
Bergeser sedikit ke arah pusat kota, di sisi sungai masih terdapat bangunan-bangunan kuno yang dulu berfungsi sebagai gudang. Pemandangan serupa juga mudah ditemui hingga melintas Jembatan Merah, jembatan yang menjadi saksi pertempuran “arek-arek Suroboyo” di masa penjajahan.
Bahkan, ada yang meyakini Jembatan Merah merupakan cikal bakal dari Pelabuhan Tanjung Perak yang ada saat ini. Sebab, di sekitar Jembatan Merah yang hanya berjarak beberapa mil dari Selat Madura terdapat banyak gudang-gudang peninggalan masa lalu.
Namun, ada pula yang mengatakan pusat perdagangan di Surabaya saat itu justru di kawasan Kembang Jepun yang berada di sebelah Jembatan Merah. Bangunan gudang berukuran besar masih berdiri kokoh di kawasan yang di sekitarnya pernah menjadi “kya-kya”, pasar malam.
Dengan semakin berkembangnya aktivitas bongkar muat dari dan ke Surabaya , seorang insinyur Belanda, Ir W de Jong , pada tahun 1875 pernah mengusulkan pembangunan Pelabuhan Tanjung Perak. Tapi rencana tersebut ditolak, konon karena biayanya sangat tinggi. Baru pada tahun 1910 dua ahli dari Belanda yakni Dr Kraus dan GJ de Jong memulai pembangunan fisik Pelabuhan Tanjung Perak. Pembangunan pelabuhan tersebut dimaksudkan agar aktivitas bongkar muat tidak dengan “rede transport” lagi.
Wisata Sejarah dan Bahari
Kota Surabaya sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi “kota wisata”. Julukan Kota Surabaya sebagai “Kota Pahlawan” telah bergaung kemana-mana. Berbagai peninggalan sejarah, menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke daerah ini.
Oleh karena itu, cukup beralasan jika Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga intens “melindungi” berbagai peninggalan sejarah di kota ini agar masuk dalam daftar cagar budaya. “Surabaya tidak punya apa-apa. Surabaya tidak punya tambang seperti daerah lain. Karena itu, kita berusaha bagaimana agar banyak orang mau datang ke Surabaya,” katanya dalam suatu kesempatan.
Maksud dari ungkapan Tri Rismaharini tersebut barangkali adalah mengupayakan agar banyak wisatawan atau investor masuk ke Surabaya guna mendukung pembangunan Kota Pahlawan. Dengan demikian, roda perekonomian Surabaya akan terus berputar demi kesejahteraan masyarakatnya.
Sebagai Kota Pahlawan, Surabaya yang tahun ini berusia 723 tahun berusaha “menjual” potensi-potensi wisatanya, termasuk di antaranya wisata sejarah, seperti benda-benda atau bangunan bersejarah di masa penjajahan dan perang kemerdekaan, bangunan yang menandai aktivitas perdagangan melalui pelabuhan laut, sejarah penyebaran Islam, dan lain sebagainya.
Sejumlah tempat wisata di Surabaya yang selama ini menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan di antaranya adalah Kebun Binatang Surabaya, Jembatan Suramadu, museum produksi kretek House of Sampoerna, Museum Surabaya, Monumen Kapal Selam, Patung Jalesveva Jayamahe, Tugu Pahlawan, Pantai Kenjeran, Taman Bungkul dan Makam Sunan Ampel, serta Hutan Mangrove Wonorejo.
Dari objek wisata tersebut, sebenarnya ada potensi lain yang bisa digali dan dikembangkan Kota Pahlawan menjadi andalan , yakni wisata bahari.
Wisata bahari terdiri dari dua kata, yakni wisata yang bermakna bepergian untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang atau bertamasya, dan bahari yang berarti laut atau hal-hal yang berkaitan dengan lautan. Jadi, terkait dengan wisata bahari, Surabaya memiliki potensi yang bisa digarap secara intensif menjadi wisata andalan namun tetap diwarnai unsur kesejarahan dan kepahlawanan.
Surabaya memiliki wilayah pantai. Surabaya merupakan basis Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL). Markas Komando TNI AL Kawasan Timur (Koarmatim) dan monumen kapal selam berada di kota ini. Perusahaan-perusahaan galangan kapal terbesar Indonesia seperti PT PAL Indonesia juga berada di Kota Pahlawan.
Selain itu, Surabaya memiliki Pelabuhan Tanjung Perak yang menjadi pintu masuk dan pemasok berbagai kebutuhan masyarakat ke Indonesia kawasan timur. Surabaya memiliki pelabuhan besar yang selama ini telah disinggahi kapal-kapal pesiar.
Oleh karena itu, rasanya tidak ada alasan untuk tidak menjadikan Surabaya sebagai destinasi wisata bahari. Wisata Surabaya tidak hanya wisata sejarah, tapi wisata Surabaya juga wisata bahari, wisata seni budaya, wisata religi, wisata kuliner dan bahkan juga wisata belanja.
Kapal Pesiar
Indikator besarnya potensi Surabaya menjadi destinasi wisata bahari salah satu di antaranya dapat dilihat dari tingkat kunjungan wisatawan, utamanya yang memanfaatkan kapal pesiar atau “cruise”. Kunjungan kapal pesiar di lingkungan kerja PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) misalnya, dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren positif.
Berdasarkan catatan, sepanjang tahun 2015 sebanyak 130 kapal pesiar berbobot keseluruhan mencapai 6.798.284 Gross Tonnage (GT) singgah melalui pelabuhan-pelabuhan di wilayah kerja PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) yang membawa 128.574 turis manca negara.
Tingkat kunjungan kapal pesiar tersebut meningkat tiga persen dibandingkan jumlah kunjungan kapal pesiar pada 2014 sebanyak 126 unit dengan bobot 4.725.008 GT meningkat 40,7 persen. Sedangkan jumlah turis meningkat 52,5 persen dibandingkan tahun 2014 sebanyak yakni 84.827 turis.
Kapal-kapal pesiar tersebut sandar di berbagai pelabuhan di wilayah PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) di antaranya Pelabuhan Benoa Bali, Pelabuhan Lembar Nusa Tenggara Barat, Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Pelabuhan Celukan Bawang Bali, Pelabuhan Tanjung Tembaga Probolinggo, Pelabuhan Kumai, Maumere, dan Tenau Kupang, Pelabuhan Bima serta Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Kepala Humas PT Pelabuhan Indonesia III (Persero), Edi Priyanto mengemukakan di antara kapal pesiar yang pernah merapat di Pelabuhan Tanjung Perak di antaranya MS Rotterdam dan MV Seabourn Odyssey, Crystal Symphony dan Silver Wind. Wisatawan yang menumpang kapal pesiar tersebut biasanya juga mengikuti paket tur keliling Kota Surabaya.
Edi optimistis tingkat kunjungan kapal pesiar melalui pelabuhan-pelabuhan yang dikelolanya, utamanya Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, akan terus meningkat. Alasannya, Surabaya kaya objek wisata pendukung selain wisata pantai dan laut.
Surabaya memiliki Pulau Karang Jamuang atau “Pulau Pandu” yang merupakan pintu masuk ke alur pelayaran barat Surabaya (APBS). Kapal-kapal sebelum sampai kolam pelabuhan atau ke dermaga-dermaga di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya akan masuk melalui pulau terdepan yakni Karang Jamuang.
PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) melalui anak perusahaannya PT Pelindo Marine Service (PMS) bahkan selama ini sudah menggarap wisata air sekitar pelabuhan dengan mengoperasikan Kapal Artama III. Dengan kapal tersebut wisatawan dapat berkeliling, bernostalgia dan melihat kesibukan di perairan Tanjung Perak.
Dengan berwisata di perairan Tanjung Perak pengunjung dapat menyaksikan keindahan panorama Selat Madura, Terminal Teluk Lamong serta Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dengan Pulau Madura. Dengan menyusuri kawasan Pelabuhan Tanjung Perak wisatawan juga dapat melihat dari dekat kegiatan bongkar muat kapal, serta patung Jalesveva Jayamahe yang berdiri gagah di tepian Markas TNI AL (Koarmatim).
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang kepelabuhanan itu belakangan ini juga telah membangun Surabaya North Quay, yaitu kawasan wisata baru berlokasi di lantai dua dan tiga gedung Terminal Gapura Surya Nusantara, Tanjung Perak.
Terminal Gapura Surya Nusantara merupakan gabungan Terminal Penumpang Gapura Nusantara dan Gapura Surya yang telah direnovasi menjadi terminal modern. Dari tempat itu pengunjung tak hanya dapat menikmati wisata kuliner dan pemandangan nan indah, tapi juga aktivitas kapal sandar, termasuk sandarnya kapal pesiar internasional.
Upaya manajemen PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) untuk mengembangkan wisata bahari tersebut bahkan mendapat apresiasi dari Menteri Pariwisata Arief Yahya. "Tujuh dari 10 top destinasi adalah wisata bahari. Salah satu kunci suksesnya adalah infrastruktur pariwisata seperti dermaga cruise dan marina yacht. Kami senang jika peluang ini juga ditangkap oleh Pelindo III, sebagai bentuk Indonesia Incorporated," kata Arief Yahya beberapa waktu lalu.
Kenjeran dan Bulak
Jika dari sisi barat Surabaya potensi wisata bahari mulai digarap PT Pelabuhan Indonesia III (Persero), di sisi timur Surabaya, yakni Pantai Kenjeran hingga Pantai Gunung Anyar dan sekitarnya kini juga sudah berbenah untuk menjadi objek wisata bahari berkelas dunia.
Pantai Kenjeran dalam beberapa tahun terakhir terus bersolek untuk bisa menjadi Taman Hiburan Pantai (THP) Kenjeran. Pesona Pantai Kenjeran kini semakin terlihat dengan adanya air mancur menari seperti ditawarkan Wonder Full di Marina Bay, Singapura.
Atraksi air mancur menari tersebut menyatu dengan fasilitas pendukung dari dibangunnya Jembatan Kenjeran sepanjang 800 meter dan lebar 18 meter . Jembatan senilai Rp200 miliar itu di sisi kiri dan kanan jembatan dilengkapi lift untuk penyandang disabilitas. Diharapkan objek wisata ini bisa menjadi ikon baru Surabaya.
Jembatan Kenjeran berada di wilayah Kelurahan Sukolilo, Kecamatan Bulak. Jembatan ini menghubungkan Jalan Sukolilo Lor dengan Jalan Kejawan Lor yang juga berjajar dengan Taman Hiburan Pantai (THP) Kenjeran. Selain itu, jembatan ini juga menghubungkan kawasan Sentra Iklan Bulak (SIB) dan Taman Bulak hingga menuju jalan ke Jembatan Suramadu.
Seperti diketahui, Pantai Kenjeran tidak hanya menawarkan keindahan panorama pantai, tapi dari lokasi ini pengunjung dapat naik perahu ke tengah Selat Madura melihat keanggunan sejumlah bangunan sekitar seperti Klenteng Sanggar Agung dengan patung raksasa Dewi Kwan Im, Buddha Empat Wajah, dan Pagoda Tian Ti.
Patung Dewi Kwan Im berada di belakang Sanggar Agung dengan tinggi sekitar 20 meter. Konon patung tersebut dibangun setelah seorang karyawan Sanggar Agung melihat sesosok wanita berjubah putih berjalan di atas air ketika menutup klenteng di malam hari. Penampakan tersebut dipercaya sebagai penampakan Dewi Kwan Im.
Selain patung Dewi Kwan Im, wisatawan juga bisa melihat patung Phra Phrom “Buddha Empat Wajah” yang berada tepat di depan Sanggar Agung. Patung Buddha dengan tinggi mencapai 36 meter ini memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia ( MURI) sebagai patung Buddha Empat Wajah terbesar di Indonesia.
Sedangkan di sisi timur, pengunjung bisa melihat megahnya Pagoda Tian Ti yang merupakan duplikat bangunan di Beijing, Tiongkok, yang merupakan karya Soetiadji Yudho. Jadi, Pantai Kenjeran tidak sekadar menawarkan keindahan pantai dengan matahari terbit (sun rise), tapi juga atraksi-atraksi wisata lain yang menarik.
Melihat dari pembangunan-pembangunan yang ada tampaknya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini benar-benar telah menyiapkan Pantai Kenjeran menjadi objek wisata pantai berkelas dunia. "Setelah Jembatan Kenjeran selesai, akan ada wahana air mancur menari. Ini menjadi wahana wisata pantai pertama di Indonesia," kata Risma beberapa waktu lalu.
Risma juga berharap pengembangan kawasan Kenjeran tersebut tidak hanya menjadi daya tarik wisata, tetapi sekaligus juga bisa berdampak positif terhadap kehidupan nelayan sekitar. Nelayan di Kenjeran selama ini sudah belajar ke Benoa, Bali , mengenai pengelolaan atraksi wisata bahari di sana seperti “parasailing” dan “banana boat”. Kampung nelayan Kenjeran diharapkan nantinya akan menjadi kampung wisata bahari yang bersinergi dengan potensi wisata bahari lainnya.
Sejumlah kalangan menilai langkah Wali Kota Surabaya tersebut merupakan langkah maju dan positif bagi kepariwisataan “Kota Bandar” Surabaya. Apalagi, jika wisata Pantai Kenjeran tidak berdiri sendiri, tapi menjadi satu paket kunjungan dengan objek wisata lainnya. Dengan demikian, potensi wisata satu dan lainnya bisa saling “menjual” dan saling menguatkan.
Paket wisata Pantai Kenjeran misalnya, dapat “dijual” dengan wisata kuliner di Sentra Ikan Bulak, ekowisata hutan mangrove Wonorejo dan Jembatan Suramadu, atau bisa juga paket yang menggabungkan keindahan alur pelayaran barat Surabaya dengan sisi timur yang meliputi Pulau Pandu Karang Jamuang, Pelabuhan Tanjung Perak, dengan Pantai Kenjeran dan Jembatan Suramadu.
Bahkan, tidak hanya itu. Jika ditangani secara serius, bukan tidak mungkin wisata bahari bernuansa sejarah “menyusuri Kalimas” juga laku dijual, meskipun untuk itu perlu penataan-penataan serius. Tepi kiri kanan alur Kalimas yang mengalir dari Sungai Surabaya di Wonokromo hingga Kalimas Baru di Pelabuhan Tanjung Perak, harus dibersihkan, dibuat asri, dan difasilitasi dengan angkutan air.
Rumah penduduk di tepian sungai jika memungkinkan dipayakan menghadap ke sungai, dengan harapan sungai menjadi beranda depan rumah. Dengan dijadikannya sungai sebagai beranda depan rumah, maka sungai akan terjaga kebersihan dan keasriannya seperti diterapkan pemerintah Asutralia Barat terhadap Sungai Angsa (Swan River) di Perth.
Daya Tarik Kuat
Pakar Tata Kota dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof Johan Silas dalam suatu kesempatan bahkan menyatakan kawasan wisata pesisir yang dimiliki Kota Surabaya dari wilayah Gunung Anyar hingga Kenjeran sudah saatnya dikembangkan sehingga berkelas dunia.
"Kenjeran merupakan rekreasi pantai yang sangat kuat. Tantangan kita adalah menampilkan potensi Kenjeran dengan menghadirkan rekreasi pantai yang bagus dan berkelas dunia, tetapi tanpa menghilangkan kekhasan Surabaya," ujar Johan Silas beberapa waktu silam.
Karena itu, ia sangat mendukung rencana pemerintah Surabaya untuk menghidupkan kembali kawasan pesisirnya.
Selaras dengan hal itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Wiwiek Widayati mengakui kekuatan daya tarik Pantai Kenjeran itu yang diindikasikan dengan meningkatnya kunjungan wisatawan ke Pantai Kenjeran.
Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke kawasan Pantai Kenjeran pada 2013 sebanyak 201 orang, meningkat menjadi 307 wisatawan pada 2014, sedangkan pada 2015 lebih dari itu karena hingga Juli saja sudah mencapai 171 orang.
Tingkat kunjungan wisatawan domestik juga meningkat. Pada 2013 jumlah wisatawan sebanyak 423.715 orang, meningkat menjadi 526.310 orang pada 2014 pada sampai Juli 2015 sebanyak 313.787 orang.
Pemkot Surabaya bahkan telah menyiapkan perencanaan untuk menjadikan Pantai Kenjeran sebagai destinasi wisata utama Kota Pahlawan. Pesisir Surabaya merupakan Kawasan Strategis Ekonomi dengan luas 521,62 hektare yang berada di Kecamatan Kenjeran dan Kecamatan Bulak dengan panjang garis pantai 8627.80 meter.
Kecamatan Kenjeran meliputi Kelurahan Tanah Kali Kedinding dengan jumlah penduduk mencapai 35.214 orang pada 2014 dan Kelurahan Tambak Wedi dengan jumlah penduduk mencapai 9.094 orang.
Sementara itu, Kecamatan Bulak meliputi Kelurahan Sukolilo dengan jumlah penduduk 7.395 orang, Kelurahan Kenjeran dengan jumlah penduduk 4.179 orang, Kelurahan Bulak dengan jumlah penduduk 3.666 orang dan Kelurahan Kedung Cowek dengan jumlah penduduk 3.666 orang.
Jika melihat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya seperti teruang dalam Perda No. 12 Tahun 2014, maka potensi kawasan pesisir Kenjeran dan Bulak sudah tergambar rencana pengembangan pantai yang panjang, landai , gelombang relatif kecil dan berpanorama matahari terbit tersebut.
Selain itu, pasar dan sentra pengolahan ikan tangkap secara tradisional di Bulak Banteng, hiburan di Pantai Ria Kenjeran dan Kenjeran Park, kampung nelayan, pengembangan kluster di kaki Jembatan Suramadu, serta rencana pembangunan Jalur Lingkar Luar Timur (JLLT) Surabaya akan semakin melengkapi wisata Pantai Kenjeran.
“Nah, potensi itu akan semakin kita hidupkan melalui penataan kawasan pesisir pantai Kenjeran," kata Kepala Bidang Fisik Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, AA Gde Dwija Wardhana menambahkan.
Terkait penataan kawasan pesisir pantai, Pemkot Surabaya telah menetapkan pula pembagian zona yang terdiri dari area pemukiman nelayan, area publik, dan area wisata. Zona itu adalah Zona Wisata 1 merupakan wisata pesisir, Zona Wisata 2 terdiri wisata pesisir THP Kenjeran, wisata religi, wisata budaya, galeri seni dan olahraga ekstrem, sedangkan Zona Wisata 3 merupakan kampung wisata nelayan dan wisata industri olahan hasil laut.
Upaya menjadikan “Kota Pahlawan” Surabaya sebagai destinasi wisata bahari kini sudah dan terus berjalan. Pemkot Surabaya menggarap perairan sisi timur dan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) menggarap perairan sisi barat. Jika timur dan barat berpadu, maka upaya “menjual” Surabaya sebagai destinasi wisata bahari tampaknya akan semakin maksimal. (*)